Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus, pendukung calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono mulai mengalami perpecahan. Perpecahan itu terlihat dari tujuh politikus partai politik anggota KIM Plus yang malah menyatakan dukungan terhadap pasangan nomor urut 3 Pramono Anung-Rano Karno, antara lain Muhammad Ishaq (PPP), H.M. Nafiudin (Partai NasDem), Ahmad Faisal (PSI), Firman Abdul Hakim (PPP), Riko (PAN), Ahmad Syukri (PKB), dan Redim Okto Fudin (PKB). Semuanya adalah mantan calon anggota DPRD Jakarta.
Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak menilai, perpecahan di tubuh pendukung Ridwan-Suswono karena memang KIM Plus berdiri di atas hubungan yang rapuh.
“Karena kalau bicara elektabilitas atau kompetensi, saya kira kayak NasDem dan PKB, termasuk PKS itu kan sebenarnya lebih punya ikatan yang kuat dengan Anies (Baswedan),” ujar Zaki kepada Alinea.id, Sabtu (2/11).
“Faktanya setelah kabinet ada, tidak sepenuhnya dengan apa yang mereka harapkan.”
Hubungan yang rapuh ini memburuk pada Pilkada DKI Jakarta. Apalagi, dengan latar belakang Ridwan-Suswono yang merupakan kader partai politik, sehingga pendukung lainnya tidak memiliki insentif yang besar dari kemenangan pasangan gubernur-wakil gubernur nomor urut 1 itu.
“Semangat koalisi ini di awal berharap ada insentif yang lebih. Karena ini kan digagas oleh Gerindra sebagai pemenang dalam pilpres, sehingga partai-partai kemudian bergerombol,” ujar dia.
“Tapi bergerombol bukan karena ideologi, namun insentif politik yang mereka dapatkan dari pilpres.”
Insentif yang tidak sesuai harapan, membuat sejumlah partai politik di luar Partai Golkar—partai politik yang menaungi Ridwan Kamil—dan PKS—partai politik yang menanungi Suswono, setengah hati mendukung Ridwan-Suswono. Lalu mulai menapaki peruntungan pada pasangan Pramono-Rano.
“Saya kira memang koalisi KIM ini tidak sekuat pilpres, tampak rapuh,” kata Zaki.
Sementara analis politik dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Djoni Gunanto menilai, KIM Plus mulai terlihat pecah kongsi karena melihat elektabilitas Ridwan-Suswono yang berangsur-angsur tersalip Pramono-Rano.
“Padahal semestinya hasil survei bisa dijadikan pemicu untuk menunjukkan soliditas dan kerja-kerja partai pengusung dalam meningkatkan elektabilitas RK-Suswono,” kata Djoni, Sabtu (2/11).
Sigi Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dirilis belum lama ini menunjukkan elektabilitas Ridwan-Suswono disalip Pramono-Rano. Survei LSI mencatat, tingkat keterpilihan Pramono-Rano mencapai 41,6% pada pertengahan Oktober 2024, atau naik 11% dibandingkan hasil survei pada September 2024. Saat itu, Pramono-Rano hanya mengantongi 28,4%.
Sedangkan pasangan Ridwan-Suswono meraih elektabilitas sebesar 37,4%. Padahal, dalam survei sebelumnya, tingkat keterpilihan Ridwan-Suswono mencapai 51,8%. Di sisi lain, pasangan nomor urut 2 Dharma Pongrekun-Kun Wardhana relatif stagnan di angka 6,6%.
Survei terbaru LSI diadakan usai debat perdana calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta, persisnya pada 10-17 Oktober 2024. Survei ini melibatkan 1.200 warga Jakarta berusia di atas 17 tahun. Tngkat kepercayaan survei sebesar 95%, dengan batas galat kisaran 2,9%.
Djoni melihat, kader partai politik dalam KIM Plus yang membelot ke Pramono-Rano merupakan indikasi internal partai politik tidak solid. Sebab, memiliki aspirasi yang berbeda dengan elite pimpinan partai politik KIM Plus dalam mendukung calon pemimpin Jakarta.
“Ini menjadi peringatan bagi parpol koalisi untuk memperbaiki soliditas di internal parpol, sehingga bisa bekerja maksimal memenangkan paslon yang didukung,” tutur Djoni.