Para pengemudi transportasi online menyatakan penolakannya terhadap Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Sedangkan tiga pengemudi taksi online, Etty Afiyati Hentihu, Agung Prastio Wibowo, dan Mahestu Hari Nugroho, menggugat Pasal 151 huruf a UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menyikapi kegundahan pengemudi angkutan online, Wakil Ketua Komisi V DPR, Muhidin Mohamad Said menilai perlunya revisi UU LLAJ. Terutama untuk memasukan ketentuan keberadaan taksi online ke dalam Undang-Undang.
“Kami siap bantu kok. Tidak bisa tidak, itu salah satu kebutuhan masyarakat,” ujar Muhidin saat dikonfirmasi Alinea, Selasa (30/1).
Politikus Partai Golkar itu menambahkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan serta Kementerian Komunikasi dan Informatika guna membahas persoalan ini. Meski demikian, sambil menunggu adanya realisasi dari revisi UU LLAJ, Muhidin mengatakan acuan yang bisa dipakai saat ini ialah PM 108.
“Kami akan berkoordinasi dengan Kemenhub dan Kominfo untuk membicarakan lebih lanjut soal ini,” sambungnya.
Ketentuan tentang uji KIR, terang Muhidin, wajib diberlakukan kepada taksi online. Karena itu, dia meminta pemerintah untuk menggencarkan sosialisasi dan dialog. “KIR tidak bisa tidak. Itu untuk keselamatan, untuk mencegah terjadinya kejadian-kejadian tidak diinginkan serta untuk keselamatan penumpang,” tandasnya.
Adapun keberadaan transportasi online juga memicu kontroversi di berbagai negara.
Sementara, dalam laman resmi DPR, dari 50 UU yang akan dibahas, tidak disebutkan adanya revisi UU LLAJ pada program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2018.