Anggota Pansus Otonomi Khusus (Otsus) Papua Marthen Douw, menekankan perlunya evaluasi pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) Papua tiap tahunnya. Menurut Marthen, selama 20 tahun Otsus Papua berjalan, masih terdapat perbedaan pandangan antara pemerintah dan masyarakat Papua.
"Otsus sendiri, di tingkat pemerintah suka untuk bahas Otsus sampai baku rampas. Tapi kami masyarakat di bawah justru kebanyakan tidak terima. Ini sebenarnya soal, soal yang harus jawab bersama," kata Marthen dalam Rapat Pansus Otsus Papua bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/6).
Menurut Marthen, masyarakat Papua pada dasarnya baik, tidak seperti yang dicitrakan kebanyakan orang. Kebaikan masyarakat Papua menurutnya telah dirasakan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang pernah menjabat sebagai Kapolda di Papua.
"Kami Papua itu hitam tapi hatinya baik. Kami Papua tidak seperti pandangan yang kita lihat, mungkin buruk atau jahat, atau apa gitu. Tapi Pak Tito sendiri yang mungkin bisa lihat dan saksikan, yang berhadapan langsung dengan masyarakat Papua. Saya hitam tapi hati saya putih, mulia. Saya bangga dengan (identitas) saya, Papua," ujarnya.
Marthen mengatakan, masyarakat Papua berterima kasih atas perhatian pemerintah melalui Otsus dalam 20 tahun terakhir. Kendati demikian, banyak aspirasi warga Papua belum terakomodasi secara baik. Dia mensinyalir, hal tersebut karena kurangnya evaluasi pelaksanaan Otsus Papua selama 20 tahun.
Karena itu, dia berharap kepada Tito, termasuk fraksi-fraksi di DPR RI, jika Otsus Papua berjalan nantinya, perlu dilakukan evaluasi tiap tahunnya. "Evaluasi per tahun itu harus. Karena tidak ada evaluasi per tahun akhirnya (Otsus) berjalan kacau. Masyarakat di bawah harapannya lain, pemerintah di provinsi atau kabupaten juga harapannya lain," beber politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Selain meminta adanya evaluasi, Marthen juga berharap agar pemerintah membuka pintu dialog dengan Papua, khususnya kelompok yang selama ini hendak keluar dari NKRI. Menurut Marthen, pemerintah seharusnya berkaca dari konflik Aceh, dimana dialog menjadi kunci kedua belah pihak dapat menyelesaikan konflik.
"Soal sekarang yang terjadi di Papua itu minta bebas dari NKRI. Itu karena apa, kita semua tahu. Dan juga di sini hal yang sama pernah terjadi di Aceh. Dan Aceh itu bisa berdamai karena berdialog," katanya.
Marthen mengatakan, Otsus Papua dalam 20 tahun ke depan juga dapat berjalan dengan baik jika kedua belah pihak melakukan dialog. "Kalau Otsus berjalan tanpa dialog, akan begini terus jadinya nanti, tidak akan ada damai. Aceh dulu mintanya sama dengan Papua, sekarang tenang-tenang saja. Kami juga Papua juga begitu," pungkas Marthen.