Ketua MPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyampaikan, ketika wacana Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dicanangkan, ada sebagian kalangan yang khawatir karena kehadirannya dapat memperlemah sistem yang selama ini terimplementasikan dengan baik di negara kita, termasuk sistem presidensial.
Politikus Partai Golkar ini menjelaskan, substansi PPHN hanya mengatur hal yang bersifat filosofis dan tidak mengurangi ruang, kewenangan, apalagi aktivitas pemerintah dan presiden dalam menyusun blueprint pembangunan.
“Sekali lagi saya tegaskan, sama sekali tidak memperlemah konsensus sistem presidensial,” ujar Bamsoet dalam Webinar Tribun Series "PPHN Memperkuat Konsensus Sistem Presidensial," Selasa (16/11/21).
Menurutnya, peran dan otoritas presiden sebagai pemegang kekuasaan tidak akan tergerus dengan adanya PPHN ini. Hadirnya PPHN akan tetap mempertahankan ciri khas sistem presidensial pada umumnya. Antara lain, presiden dan wapres tetap dipilih langsung oleh rakyat, memiliki masa jabatan tetap, tidak dapat dijatuhkan dengan alasan politik, dan memiliki hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan menteri dan pejabat setingkat.
Bamsoet melanjutkan, presiden dapat dihentikan jika melakukan pengkhianatan pada negara, melakukan kegiatan tercela seperti korupsi. “Sehingga, ketentuan tentang presiden tetap sesuai dengan Undang-Undang Dasar yang selama ini kita jalankan,” ujarnya.
PPHN, urainya, dapat menjadi payung hukum bagi presiden dalam menjalankan pemerintahannya dalam menyusun pembangunan yang lebih demokratis. “PPHN akan menjadi landasan setiap rencana strategis pemerintahan seperti pemindahan Ibu Kota Negara dari Provinsi DKI Jakarta ke Kalimantan TImur,” ungkap bamsoet.
“Kemudian pembangunan infrastruktur tol laut, dan pembangunan konektivitas antarwilayah, serta berbagai rencana pembangunan strategis lainnya baik tol langit dan jembatan atau infrastruktur yang akan menghubungkan antarpulau nusantara ini,” lanjutnya.
Ia melanjutkan, kehadiran PPHN dapat membantu pemerintah dalam membentuk keselarasan dan sinergi pembangunan antara pusat dan daerah. PPHN juga akan semakin menyempurnakan bangunan ketatanegaraan Indonesia sebagai bangsa dengan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, UUD 1945 sebagai haluan konstitusional negara dan pokok-pokok haluan negara sebagai kebijakan dasar pembangunan negara.
“Kita perlu PPHN sebagai haluan negara dalam mengatasi pembangunan dan berdasarkan rekomendasi hasil badan pengkajian MPR, bentuk PPHN yang ideal adalah melalui Ketetapan MPR,” kata Bamsoet.
Bentuk hukum penetapan PPHN, sambungnya, sebaiknya bukan tidak melalui undang-undang karena pasti ada dinamika. PPHN tidak mungkin dirumuskan dalam satu pasal atau satu ayat saja dalam konstitusi.
“Bentuk hukum ketetapan PPHN sebaiknya juga tidak diatur konstitusi karena PPHN merupakan produk kebijakan yang disusun berdasarkan dinamika kehidupan masyarakat,” ujarnya.
Dengan adanya PPHN, paparnya, tidak berarti presiden harus melaporkan pertanggungjawaban kepada MPR, melainkan tetap melaporkan pada rakyat, karena presiden dipilih langsung oleh rakyat.
MPR, jelasnya, juga tidak berwenang untuk memberhentikan presiden/wapres apabila tidak melaksanakan PPHN. MPR hanya dapat memberhentikan presiden/wapres hanya berdasarkan UUD 1945 Pasal 3 ayat 3 dan pasal 7B ayat 1.