DPR memandang pemberian bantuan langsung tunai yang diberikan pemerintah kepada masyarakat tidak tepat. Pasalnya, bantuan uang senilai Rp200.000 itu kerap digunakan masyarakat bukan untuk kebutuhan primer.
Anggota Komisi VIII DPR RI Endang Maria Astuti menilai, di sisi lain penyaluran Program Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT) juga masih menjadi persoalan tersendiri bagi pemerintah. Menurutnya, jika disalurkan paket sembako, muncul indikasi penyelewengan di tingkat penyalur.
“Persoalan-persolan ini masih menjadi PR, dan akan kita jadikan salah satu pembahasan dalam rapat kerja dengan Menteri Sosial mendatang,” ucap Endang dalam keterangan resmi yang dikutip Selasa (8/3).
Menurut politikus Partai Golkar tersebut, kebijakan mengalihkan BPNT tunai diharapkan dapat menghidupkan warung-warung di sekitar penerima manfaat ataupun pemilik usaha kecil lainnya.
Pengalihan tersebut juga dimaksudkan menghilangkan praktik nakal dari pihak pihak di daerah yang menjadikan BNPT sebagai proyek, sehingga masyarakat tidak bisa menikmati haknya secara penuh. Temuan lain yang menjadi catatan adalah terjadinya penumpukan antrean sampai masih ada warga belum terdaftar sebagai penerima.
“Mungkin perlu evaluasi terhadap mekanisme penyaluran supaya tidak mengakibatkan kerumunan yang amat banyak di lokasi lokasi pencairan bantuan,” tuturnya.
Untuk diketahui, BPNT merupakan transformasi dari program Rasta (beras sejahtera) yang sebelumnya dinamakan raskin (beras bagi warga miskin). BPNT menjangkau sebanyak 15,6 juta keluarga penerima manfaat sebagai intervensi pemerintah kepada masyarakat dengan ekonomi rendah.
Sebelumnya keluarga penerima manfaat BPNT hanya dapat membeli beras dan telur, dengan adanya penambahan bantuan maka barang yang bisa dibeli lebih bervariasi. Ke depan, bantuan BPNT akan disalurkan melalui program Kartu Sembako Murah dengan adanya perubahan indeks bantuan dan jenis barang yang dapat dibeli.