close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Salah satu lubang bekas tambang batu bara di Kalimantan Timur. /Foto DPRD Kaltim
icon caption
Salah satu lubang bekas tambang batu bara di Kalimantan Timur. /Foto DPRD Kaltim
Politik
Selasa, 16 Juli 2024 11:55

Bau tambang dalam reklamasi lahan kritis IKN

Area lahan kritis di Ibu Kota Nusantara diperkirakan seluas Jakarta.
swipe

Pemerintah mulai menanam bibit pohon di lahan-lahan kritis di Ibu Kota Nusantara (IKN). Menurut catatan Badan Otorita IKN, ada sekitar 126.000 hektare area di IKN yang terkategori kritis. Itu kira-kira seluas Jakarta. 

Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN Myrna A Safitri mengatakan pemerintah menargetkan sebanyak 65% lahan kritis sudah pulih pada 2045. Saat ini, penanaman pohon sudah dilakukan di sekitar 3.000 hektare lahan kritis di IKN. 

Untuk proses reklamasi dan reboisasi, pemerintah juga bakal menggandeng perusahaan tambang. Badan Otorita IKN mencatat ada 61 izin usaha pertambangan yang masih beroperasi di kawasan IKN.

”Saat ini (dokumen pedoman reklamasi) masih proses finalisasi dan proof reading,” kata Myrna seperti dikutip dari Kompas.id.

Perusahaan tambang yang IUP-nya masih berlaku diperbolehkan beroperasi hingga akhir. Namun, tak boleh ada perusahaan tambang baru yang membuka area pertambangan di kawasan IKN. 

Ketua Divisi Advokasi dan Riset Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, Windy Pranata merasa sikap pemerintah yang proaktif merehabilitasi area kritis di IKN terkesan janggal. Menurut dia, kebanyakan lahan kritis di IKN disebabkan aktivitas tambang.

"Pemerintah yang berusaha melakukan pemulihan ini karena pemutihan dosa industri tambang," ucap Windy kepada Alinea.id, Senin (15/7).

Windy berpendapat pemerintah seharusnya meminta tanggung jawab perusahaan-perusahan yang meninggalkan lubang tambang di kawasan IKN. Apalagi, biaya reklamasi lahan kritis tergolong tidak kecil.

Windy menghitung perlu biaya sekitar Rp175 juta untuk mereklamasi satu lubang tambang. Pemerintah diperkirakan harus mengeluarkan anggaran hingga Rp2,96 triliun jika mau mereklamasi semua lubang tambang yang dihasilkan 543 pemegang IUP yang pernah atau sedang beroperasi di IKN. 

"Pemerintah justru menganakemaskan perusahan tambang. Lagi-lagi mereka dispesialkan melalui UU Cipta Kerja dan Undang-Undang Minerba yang baru," ucap Windy. 

Perusahaan tambang seharusnya dipidana karena meninggalkan lubang tambang yang merusak lingkungan dan memakan korban jiwa. Khusus di IKN, menurut Windy, pemerintah bisa mengganti sanksi terhadap perusahaan dengan memaksa mereka berinvestasi.

"Daripada menagih investasi atau mencari investor di tempat lain, harusnya Jokowi menagih ke perusahan tambang yang mencemari Kalimantan Timur," ucap Windy.

Windy juga mengkritik rencana Badan Otorita IKN merilis pedoman baru untuk reklamasi di IKN bagi perusahaan tambang. "Padahal, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 sudah mengatur reklamasi," ucap Windy.

Senada, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar membenarkan ada nuansa pemerintah ingin memutihkan dosa perusahaan tambang. Padahal, pemulihan lahan kritis yang rusak akibat aktivitas tambang merupakan kewajiban perusahaan. 

"Melalui reklamasi dan kegiatan pascatambang. Hal ini juga ditegaskan dalam UU Minerba bahwa pelaku usaha tambang wajib melakukan reklamasi dan pascatambang hingga tingkat keberhasilan 100%. Selain itu, terdapat ancaman pidana penjara maupun denda," ucap Bisman.

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan