close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Minerba menggelar konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng,  Jakarta Pusat, Kamis (25/7). Alinea.id/Robertus Rony Setiawan
icon caption
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Minerba menggelar konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (25/7). Alinea.id/Robertus Rony Setiawan
Politik
Kamis, 25 Juli 2019 18:29

Bau kongkalikong dalam 'kejar tayang' pembahasan RUU Minerba 

Akselerasi pembahasan RUU Minerba mengindikasikan adanya pengaruh kepentingan bisnis.
swipe

Kesepakatan antara pemerintah dan Komisi VII DPR RI untuk mengebut pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) menuai kritik. 

Menurut Direktur Tambang dan Energi Auriga, Henri Siregar, upaya mengebut pembahasan RUU tersebut perlu dicurigai. Pasalnya, masa jabatan anggota DPR RI periode 2014-2019 hanya tinggal tiga minggu lagi. 

"Ini kental dengan nuansa permainan bisnis perusahaan batubara," kata Henri dalam konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng,  Jakarta Pusat, Kamis (25/7).

Auriga merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat LSM) yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Minerba. Selain Auriga, koalisi juga beranggotakan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan Lokataru. 

Dijelaskan Henri, kesepakatan untuk mengebut pembahasan RUU Minerba dicapai dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VII, Menteri ESDM,  dan Menteri Perindustrian, Minggu (18/7) lalu. Akselerasi ditujukan agar RUU bisa diketok sebelum masa jabatan anggota DPR habis. 

Menurut dia, upaya mempercepat pembahasan RUU Minerba terkesan janggal. Pasalnya, hingga kini daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam RUU tersebut belum diharmonisasi KESDM. 

Ia khawatir akselerasi pembahasan dimaksudkan untuk mengakomodasi kepentingan perusahaan-perusahaan tambang yang bermasalah. Pasalnya, ada tujuh perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang izinnya akan berakhir.

"Dua di antaranya ialah PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Adaro Indonesia. Percepatan pembahasan mengindikasikan adanya kepentingan bisnis yang kental dalam pembahasannya. Ada potensi penyalahgunaan," kata dia. 

Lebih jauh, Henri mengatakan, koalisi akan segera mengirimkan surat penundaan pembahasan RUU Minerba kepada Presiden Joko Widodo dan Komisi VII DPR RI.

"Dalam waktu dekat akan kami kirim suratnya. Proses untuk mengesahkan RUU ini seperti mengulang sejarah saat UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang diteken di menit-menit akhir,” ujar Henri. 

Senada, peneliti senior Lokataru, Nur Khalis mengatakan pembahasan RUU Minerba perlu diawasi ketat karena potensial diwarnai suap dan sogok-menyogok. "Banyak uangnya karena banyak kepentingan yang terlibat di sana," kata dia.
 
Kepala Kampanye Jatam Melky Nahar mengatakan, draf RUU Minerba yang tengah dibahas sama sekali tidak memihak rakyat. Jika disahkan, menurut dia, UU Minerba berpotensi mengancam kelestarian alam dan lingkungan hidup.

img
Robertus Rony Setiawan
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan