Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengkhawatirkan penggunaan tempat ibadah sebagai arena kampanye di Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. Kekhawatiran ini cukup beralasan, karena dua pasangan calon presiden dan wakil presiden sama-sama mengklaim telah mendapat dukungan dari ulama dan ormas Islam.
Komisioner Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menyatakan, pihaknya akan melakukan pengawasan terhadap kemungkinan tersebut.
"Fungsi-fungsi pencegahan juga akan kami maksimalkan," katanya di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (25/9).
Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga akan selalu mengimbau dan mengingatkan masyarakat tentang larangan kampanye di tempat ibadah. Juga dengan meminta bantuan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pengurus masjid, agar tidak memanfaatkan masjid sebagai media kampanye.
Meski begitu, Ratna tidak mempermasalahkan jika ada tokoh agama yang ingin menjadi juru kampanye, bagi masing-masing pasangan capres dan cawapres.
"Tidak apa-apa. Sepanjang tidak memanfaatkan fasilitas yang dilarang, seperti tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah," sebutnya.
Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin menegaskan, tempat ibadah dan lembaga pendidikan merupakan tempat yang tidak boleh digunakan untuk kampanye.
Jika ditemukan adanya pelanggaran, kata dia, pihaknya akan melakukan penindakan atas pelanggaraan itu.
Sementara itu Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi, meminta semua pihak bersikap dewasa dalam menyikapi Pemilu 2019. Dia berharap, masyarakat tetap saling menghormati meski memiliki pilihan politik yang berbeda.
"Perbedaan pilihan hendaknya disikapi dengan penuh kedewasaan, saling menghormati dan saling memuliakan," kata Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi dikutip Antara, Selasa (25/9).
Bagi dia, perbedaan aspirasi politik seharusnya menjadi rahmat untuk saling menghormati dan memuliakan satu sama lain. Ketimbang kepentingan kelompok dan golongan, kepentingan nasional tetap harus menjadi prioritas, untuk menjaga persaudaraan sebagai bangsa.
Para peserta pemilu, baik pasangan capres-cawapres, partai politik, tim sukses, maupun juru kampanye, kata dia, hendaknya menciptakan suasana yang kondusif.
"Misalnya dalam menyampaikan pendapat harus tetap mengindahkan nilai-nilai kesantunan, kepatutan, akhlak mulia, serta menjauhkan diri dari praktik politik kotor, seperti kampanye hitam, provokasi, intimidasi, ujaran kebencian, hoaks, fitnah, politik uang, dan politik SARA," katanya.