Sejumlah aktivis pemerhati Pemilu berharap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) konsisten terhadap komitmen pakta integritas yang telah ditandatangani partai politik (parpol), untuk tidak mencalonkan mantan napi koruptor sebagai calon legislatif (caleg).
Berdasarkan data sementara yang dikeluarkan oleh Bawaslu, masih terdapat sejumlah nama mantan napi korupsi yang tetap dicalonkan oleh partai di tingkat DPRD provinsi atau Kabupaten/Kota, oleh partai politik. Hanya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang tetap komitmen terhadap fakta integritas tersebut dengan tidak mendaftarkan bakal caleg koruptor.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePi), Jerry Sumampouw, menilai pencalonan mantan napi koruptor, menandakan partai politik tidak memiliki komitmen terhadap pakta integritas. Padahal sebelumnya, seluruh partai politik telah menandatangani pakta integritas, sehingga hal tersebut hanya menjadi kesepakatan yang tidak memiliki fungsi apapun.
"Saya harap kedepannya yang begini-begini tidak perlu dilakukan lagi, karena hanya menghabiskan anggaran, terutama terhadap partai politik. Nyatanya hal tersebut tidak pernah diikuti parpol," sebutnya dalam diskusi di D'hotel, Jakarta, Senin (30/3).
Dia juga berpendapat, keprihatinan parpol terhadap hal tersebut tidak nampak, apalagi melakukan komitmen secara sungguh-sungguh. Meski begitu, Jerry mendorong Bawaslu agar tetap komitmen terhadap pakta integritas, untuk menggagas politisi bersih.
"Saya harap Bawaslu konsisten terhadap nilai-nilai yang dipromosikan dan nilai-nilai yang telah dijalankan dalam membangun pakta integritas partai politik," sebutnya.
Dia menyarankan, Bawaslu tidak hanya menuangkan komitmen ini dalam pakta integritas, namun juga harus didukung dalam bentuk sikap. Jerry juga berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak ragu untuk mencoret mantan napi koruptor, sebab masyarakat menginginkan parlemen yang baik.
Sementara itu, pengamat politik The Indonesian Institute, Fadel Basrianto, mengatakan fakta banyaknya parpol mencalonkan mantan napi korupsi, akan membuat masyarakat kehilangan kepercayaan pada parpol.
Jika para mantan napi korupsi ini diloloskan oleh KPU, Fadel mengatakan, publik akan semakin jengah dan tidak memercayai parpol dan parlemen. Implikasi yang paling serius, adalah publik tidak akan percaya demokrasi karena partai merupakan bagian dari pilar demokrasi.
Jargon dan jualan politik
Peneliti senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengaku tak terlalu heran dengan munculnya bacaleg mantan koruptor yang diusung parpol. Terlebih hingga saat ini, parpol masih permisif dan memberikan tempat istimewa dengan mengusung mantan napi koruptor.
"Saya kira, parpol telah mencabut optimisme publik untuk mengusung parlemen baru yang bersih," katanya.
Lucius pun menyatakan, janji politik partai yang menyebut ingin memberantas korupsi, hanya menjadi jargon politik. Karena nyatanya, mereka tetap mencalonkan bacaleg yang berstatus sebagai mantan napi korupsi.
"Ada partai politik yang membuat jargon baru sebagai partai bersih, namun saat ini menjadi pengusung terbanyak kedua mantan napi korupsi di tingkat DPRD provinsi/kabupaten/kota," katanya.
Menurut Lucius, munculnya banyak caleg dengan rupa yang buruk seperti itu, membuktikan parpol tak pernah tuntas melakukan kaderisasi. Ia pun menyayangkan munculnya mantan napi korupsi yang diusung oleh parpol baru.
Dari data yang dikumpulkan Bawaslu hingga saat ini, bacaleg yang merupakan mantan napi korupsi berjumlah 199 orang, yang tersebar di 11 provinsi, 93 kabupaten dan 12 kota.
Temuan Bawaslu juga mengungkapkan hampir seluruh parpol mencalonkan mantan napi korupsi sebagai bacaleg untuk DPRD provinsi atau kabupaten/kota. Hanya PSI yang tidak mencalonkan mantan napi korupsi untuk duduk di kursi parlemen.
Berikut data partai yang mengusung mantan napi korupsi sebagai bacaleg di tingkat DPRD provinsi, kabupaten/kota.
1. Partai Gerindra 27 orang.
2. Partai Golkar 23 orang.
3. Partai Berkarya 16 orang.
4. Partai Hanura 14 orang.
5. Partai Nasdem 13 orang.
6. Partai Demokrat 13 orang.
7. Partai Perindo 11 orang.
8. PBB 8 orang.
9. PKPI 7 orang
10. PPP 6 orang.
11. PKB 6 orang.
12. Partai Garuda 6 orang
13. PDI Perjuangan 5 orang.
14. PKS 5 orang.
15. PAN 5 orang.
16. PSI tidak ada (0).