Kampanye politik hitam dengan mengeksploitasi isu suku, agama ras dan antargolongan (SARA) diperkirakan akan semakin marak menjelang Pemilu 2024. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah menginventarisir wilayah yang dianggap rawan politisasi SARA.
Pihak Bawaslu pun mengungkapkan bahwa upaya pencegahan efek negatif politiasi SARA itu dengan melibatkan banyak pihak.
"Upaya pencegahan yang baik yaitu dengan membangunnya melalui komunikasi dengan berbagai pihak terkait yang bertujuan mencegah melakukan politisasi SARA," ujar Kooordinator Divisi Pencegahan, Parmas, dan Humas Lolly Suhenty, Kamis (12/10/2023).
Bawaslu menetapkan 6 daerah rawan SARA yakni DKI Jakarta, Maluku Utara, Daerah Istimewa Yogyakarta, Papua Barat, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat.
Sebanyak 20 daerah kabupaten/kota yang dinilai memiliki kerawanan tinggi politiasi SARA di Pemilu 2024: Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Jaya Wijaya, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Puncak, Kabupaten Administrasi Pulau Seribu, Kota Jakarta Pusat, Kabupaten Sampang, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Alor, Kabupaten Malaka, Kabupaten Mappi, Kota Jakarta Barat.
Kemudian, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kota Jakarta Timur, Kabupaten Mimika, Kabupaten Memberamo Tengah, Kabupaten Sleman, Kabupaten Landak, Kabupaten Sarmi, dan Kota Sabulussalam.
Lolly mengungkapkan bahwa dari dua puluh kabupaten/kota, sembilan di antaranya ada di Indonesia Timur. "Maka dibutuhkan upaya perencanaan terbaik," ujarnya.
Lolly juga mengungkapkan bahwa berbagai politisasi SARA seperti kampanye di media sosial, kampanye di tempat umum, dan penolakan calon berbasis SARA bisa menjadi berujung pada kekerasan berbasis SARA.
Jika terjadi penolakan calon berbasis SARA, menurut Lolly, hal itu berpengaruh terhadap meningkatnya kekerasan berbasis SARA.
Ia juga mengingatkan tentang provokasi SARA yang menggunakan media sosial. Sebab menurutnya, itu menjadi modus kekerasan berbasis SARA tertinggi di provinsi maupun kabupaten'kota.
Sebab itu ia meminta pihak terkait seperti Kemenkominfo, Dewan Pers, Platform Media Sosial, aparat keamanan dan intelijen seperti TNI/Polri dan BIN untuk melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap dampak meningkatnya kampanye dan provokasi SARA di media sosial dan media massa lainnya.