Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan aparat keamanan dalam pelaksaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan Pemilu patut dipertanyakan. Temuan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) selama Pilkada serentak 2018 silam, ditemukan pelanggaran sebanyak 356 ASN yang tidak netral.
Kepala Bagian Teknis Pengawasan Bawaslu RI, Harimurti Wicaksono menjelaskan Sulawesi Selatan menjadi wilayah yang paling banyak ditemukan pelanggaraan tersebut. Harimurti menyebut ASN saat ini tidak terang-terangan mendukung salah satu pasangan calon kepala daerah.
"Tetapi ASN saat ini sudah pintar, meski hadir dalam kampanye namun tidak menunjukkan gesture mendukung. Hal seperti itu kan tidak melanggar," kata Harimurti pada Kamis (5/7).
Tingginya kasus pelanggaran ASN selama pilkada mendesak Bawaslu untuk menciptakan sebuah sistem peringatan dini. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatakan sistem ini perlu dibuat khususnya terkait Pemilu 2019 mendatang.
Apalagi berkaca pada daerah yang kepala daerahnya melakukan kompromi politik dengan partai pengusung untuk mengusung salah satu calon presiden tertentu. Lagipula, dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 secara eksplisit ditegaskan Bawaslu diminta untuk mengawasi netralitas aparatur sipil negara.
Maka, Bawaslu perlu memberi perhatian lebih kepada kepala daerah yang secara terbuka telah mendeklarasikan diri memiliki komitmen politik kepada kandidat tertentu. Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengapresiasi langkah Bawaslu terutama dalam sisi pencegahan yang sering menyampaikan imbauan dan aturan main yang menegaskan kalau pemilihan kepala daerah harus bersikap netral.
Netralitas Polisi TNI
Di sisi lain, netralitas Polisi dan TNI yang turut bergabung dalam kontestasi Pemilu mesti dijaga. Maka, para petinggi Polisi atau TNI kata Titi harus tegas kepada jajarannya yang ingin maju di pemilu 2019.
"Jangan sampai ada komunikasi politik partisipan yang terbangun ketika personel Polisi dan TNI itu masih berstatus personel aktif," tukas Titi.
Ia mengingatkan aparat Polisi dan TNI yang berkeinginan maju dalam kontestasi Pemilu 2019. Maka komunikasi politik dengan partai pengusung tidak boleh dilakukan dengan kapasitasnya sebagai personal aktif.
Sebab apabila aparat membangun komunikasi politik partisipan untuk kepentingan pencalonan, jelas sikapnya tidak netral. Maka itu, Bawaslu harus bisa mendeteksinya agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan oleh para personal aktif terkait dengan persiapan sebelum masa pencalonan.
Kepala Staf Presiden Jenderal (Purn) Moeldoko menyatakan netralitas TNI tergantung pada pemimpinnya. Ia menyebut kalau pemimpinnya tidak netral, imbasnya anak buahnya akan sulit untuk mengambil sikap.
Maka, mantan Panglima TNI ini mengingatkan agar Polisi dan TNI menjaga niat baiknya dan memastikan agar prajurit tetap pada posisi yang pas dan netral. Meski begitu, Moeldoko meminta agar persoalan netralitas aparat penegak hukum bukan sebatas isu-isu.
"Yakinilah Polisi dan TNI telah menjalankan peran dengan sangat baik," tukas Moeldoko.