close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
icon caption
Politik
Rabu, 16 Desember 2020 15:19

Sebagian besar rekap suara dilakukan manual, Sirekap tak optimal

Sebanyak 2.921 kecamatan atau 80% melakukan rekapitulasi suara secara manual.
swipe

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat, sebagian besar rekapitulasi suara pemilihan kepala daerah di tingkat kecamatan tidak menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Hal itu diketahui berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan terhadap proses rekapitulasi di 3.629 kecamatan.

"Didapatkan informasi bahwa PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) yang melakukan rekapitulasi menggunakan Sirekap sebanyak 708 kecamatan atau 20%. Selebihnya, yaitu 2.921 kecamatan atau 80% melakukan rekapitulasi suara secara manual akibat Sirekap tidak dapat digunakan secara optimal," kata anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin, saat konferensi pers yang disiarkan di kun YouTube BawasluRI, Rabu (16/12).

Tak hanya di tingkat kecamatan, Bawaslu juga menemukan sebagian besar rekapitulasi suara secara manual di Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tingkat kabupaten atau kota. Hal itu tergambar dari 161 KPU Kabupaten/Kota yang melakukan rekapitulasi pada 15 Desember 2020.

Berdasarkan hasil pengawasan, sebanyak 97 KPU Kabupaten/Kota atau 60% melakukan rekapitulasi secara manual. Sedangkan sebanyak 62 KPU Kabupaten/Kota atau 38% lainnya melakukan rekapitulasi suara menggunakan Sirekap dan manual. Sementara, hanya dua KPU Kabupaten/Kota atau 1% yang murni melakukan rekalitulasi dengan Sirekap.

"Dengan pelaksanaan rekapitulasi secara manual, terdapat ribuan PPK yang akhirnya membuka kotak suara. Pembukaan tersebut dilakukan oleh PPK di setidaknya 159 kabupaten/kota. Pembukaan kotak suara dilakukan PPK untuk mendokumentasikan foto pada formulir C Hasil-KWK, kemudian memasukkan data yang tertera di formulir tersebut ke aplikasi Sirekap," tutur Afif.

Pembukaan kotak suara, sambung Afif, dilakukan lantaran tidak ada formulir untuk dirujuk, sebab formulir C Hasil-KWK tersimpan dalam kotak suara.

"Jadi, pendokumentasian dan input data dilakukan secara manual karena input data berjenjang melalui Sirekap tidak dapat dilakukan di tingkat KPPS," tuturnya.

Kendati demikian, lanjut Afif, PPK mewakili tugas KPPS untuk memasukkan data C Hasil-KWK ke Sirekap pascapemungutan dan penghitungan selesai. Tujuannya, agar data penghitungan suara di seluruh TPS data 100% terinput ke dalam Sirekap. 

Terlebih, kata dia, rekapitulasi secara manual dengan peranti lunak Excel, tidak diformulasikan secara otomatis. Hal itu, menyebabkan munculnya kesalahan tidak terdeteksi, terutama soal penggunaan surat suara.

Alhasil, perubahan metode rekapitulasi menjadi menggunakan cara manual yang pada akhirnya menimbulkan potensi munculnya dua informasi hasil rekapitulasi yang berbeda.

"Kedua, hasil yang mungkin ada adalah, hasil rekapitulasi manual akibat tidak dipakainya Sirekap, dan informasi hasil suara di TPS Formulir C Hasil-KWK di Sirekap yang dimasukkan oleh PPK setelah dikeluarkannya Berita Acara Rekapitulasi D Hasil-KWK di PPK. Apalagi, jika dalam input data ke dalam Sirekap, PPK tidak menyesuaikan nomor TPS dan kelurahan atau desanya," terang Afif.

Kendati demikian, Afif meminta KPU untuk mengantisipasi adanya selisih suara pada rekapitulasi yang menggunakan Sirekap dengan metode manual. Potensi selisih suara itu, katanya, dapat terjadi di setiap level rekapitulasi mulai dari kecamatan, kabupaten, hingga provinsi.

"Antisipasi itu penting, mengingat KPU menyebut bahwa Aplikasi Sirekap bertujuan untuk mempermudah kerja KPU, dan memberikan keterbukaan informasi kepada masyarakat. Dengan Sirekap, diharapkan pemilihan bisa diamati oleh masyarakat secara langsung, tanpa harus menunggu lama," pungkas Afif.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan