Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyerahkan sertifikat kepada sejumlah pemantau Pemilu 2019. Bawaslu berharap kerja sama yang dibangun oleh lembaga pemantau yang telah terakreditasi dapat menjadi 'suplemen' demokrasi, sehingga penyelenggaraan Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 dapat berjalan jujur dan adil.
Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, mengatakan akreditasi lembaga pemantau pemilu dilakukan untuk mendukung pelaksanaan Pemilu, dengan cara mengawasi kinerja penyelenggara dan peserta pemilu, agar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada.
Sinergi antara penyelenggara pemilu dengan lembaga pemantau pemilu terakreditasi ini, juga dapat menguatkan proses demokrasi sehingga partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 semakin meningkat.
"Saat ini keterlibatan lembaga pemantau pemilu semakin berkurang, padahal fungsi pemantau penting untuk melakukan pengawasan, baik kepada peserta pemilu maupun penyelenggara pemilu," kata Afifuddin di Media Center Bawaslu, Jalan Thamrin 14, Jakarta Pusat, Rabu (11/7).
Afif menjelaskan, pengawalan terhadap data pemilih juga menjadi isu yang bisa menarik perhatian menjelang Pemilu 2019. Sebab dalam pelaksanaan Pilkada 2018 lalu, ada 2 juta pemilih yang masuk Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) atau 1,4% dari total pemilih di Pilkada.
Hal tersebut menunjukkan pemutakhiran data yang dilakukan oleh KPU belum maksimal. Persoalan ini tentu saja harus segera diperbaiki sebelum penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk pemilu 2019 nanti.
"Ini jadi pekerjaan rumah bersama, DPS sudah ditetapkan dan basisnya adalah DPT Pilkada atau pemilu terakhir. Mestinya penyelenggara memastikan bagaimana data pemilih kemarin (Pilkada 2018) menjadi basis untuk DPS," katanya.
Sebagai informasi, ada lima lembaga pemantau terakreditasi yang diberikan sertifikat oleh Bawaslu. Sertifikasi ini dilakukan karena telah memenuhi persyaratan sebagai pemantau pemilu, yaitu Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Laskar Anti Korupsi Indonesia, dan Pijar Keadilan. Selain itu, masih ada tiga lembaga pemantau lain yang masih dalam tahap verifikasi Bawaslu, yakni Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), dan Universitas NU.
"Sesuai dengan UU, institusi yang berhak mengangkat lembaga pemantau terakreditasi ini sekarang adalah Bawaslu, kalau dulu kan KPU," jelas Afif.
Sementara itu, Koordinator Nasional JPPR Sunanto atau yang akrab disapa Cak Nanto, menyebutkan bahwa JPPR akan fokus dalam kampanye di media, yang bisa mempengaruhi dan menyebabkan perpecahan di masyarakat. Selain itu, penggunaan terhadap dana kampanye juga menjadi perhatian JPPR. Diharapkan, kehadiran lembaga pemantau pemilu bisa mengawal jalannya pemilu yang demokratis dan berintegritas.
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraeni, mengapresiasi langkah cepat Bawaslu yang telah memberikan sertifikasi kepada para lembaga pemantau pemilu terakreditasi untuk Pemilu 2019. Menurutnya, pelaksanaan pemilu di Indonesia yang sangat luas memerlukan keterlibatan banyak pihak.
Ada empat fokus Perludem dalam melakukan pengawasan Pileg dan Pilpres 2019, yaitu pemutakhiran data pemilih, pencalonan, kampanye, pemungutan, hingga perhitungan suara, termasuk rekapitulasi suara.
Hanya saja, Titi menekankan, kemurnian suara pemilih bisa terfasilitasi dengan baik oleh pelaksana pemilu, dalam hal ini KPU. Penegakkan hukum juga harus diawasi untuk memastikan keadilan pemilu bagi pencari keadilan.
Titi menyebutkan, salah satu hak lembaga pemantau pemilu adalah mendapatkan data dan informasi yang mudah kepada penyelenggara pemilu, yaitu KPU atau Bawaslu.
Dia berharap, para penyelenggara bisa memfasilitasi meskipun dalam UU hanya menyebutkan data dan informasi hanya dapat diberikan oleh Bawaslu.