Debat kandidat Pilgub Jabar berakhir ricuh setelah pasangan Cagub Asyik membentangkan kaos bertuliskan #2019GantiPresiden.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mohammad Afifuddin menyatakan ada kelalaian pihak penyelenggara dalam debat Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Barat, kedua tadi malam, Senin (14/5).
Sebab, debat tersebut berlangsung ricuh, karena pasangan calon (Paslon) nomor 3 Sudrajat- Ahmad Syaikhu (Asyik) membawa kaos bertuliskan 2018 Asyik Menang dan 2019 Ganti Presiden.
Menurut Afifudin, seharusnya penyelenggara acara debat yakni KPUD Jabar, sudah dapat mengantisipasi, sehingga hal demikian tidak terjadi. Afif menilai KPU kecolongan, di mana proses debat paslon yang difasilitasi KPU berjalan secara netral.
Afif menyatakan, dirinya sebagai perwakilan Bawaslu RI, akan melakukan koordinasi dengan Bawaslu Jawa Barat, terkait dengan dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan salah satu paslon gubernur Jabar.
Rencananya juga, Bawaslu akan memanggil pula pihak-pihak terkait termasuk Sentra Gakumdu dan memeriksa paslon tersebut untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Dengan adanya peristiwa tersebut, Afif meragukan penyelegara pemilu terutama dari segi profesionalitas dan netralitas penyelenggara.
Hal ini merupakan kejadian kedua yang terjadi, setelah sebelumnya di Jambi juga ada kejadian yang hampir serupa. Seperti adanya kesepakatan, dari pihak penyelenggara yaitu KPUD setempat dengan salah satu paslon, terkait 2019 ganti presiden.
Berbeda dengan Direktur KOPEL Syamsudin Alimsyah yang menyatakan, kejadian tersebut bukanlah kelalaian dari pihak penyelenggara dalam hal ini KPU.
Karena, kejadian tersebut adalah hal yang tidak terduga. Maka dari itu, perlunya adanya tindakan tegas dalam mengatur tata tertib pemilu. Kesadaran para kandidat juga perlu ditingkatkan, dan penting memahami subtansi forum debat tersebut.
"Mungkin kejadian ini tidak pernah diduga akan terjadi. Apalagi jika melihatnya secara normatif saja sebagai pakaian, seperti yang lainnya tanpa melihat adanya gerakan aneh yang terjadi selama acara," ujarnya, Selasa (15/5).
Syamsudin menambahkan, yang dilakukan Paslon nomor 3 merupakan sebuah tindakan fatal yang dapat menciderai proses Pilkada yang berlangsung, meskipun bukan sebuah kekeliruan.
"Argumentasi bahwa #2019gantipresiden bukan kampanye adalah sebuah kekeliruan," katanya.
Karena, berbeda dengan argumentasi baju #2019gantipresiden, itu bukanlah kampanye. Disebabkan, belum masuk tahapan kampanye baik capres/cawapres.
Hanya saja, perlu dipahami simbol ganti presiden merupakan gerakan yang dilakukan secara masif, yang selama ini digaungkan secara terbuka oleh elit politik baik dalam ruang dialog maupun dalam acara-acara tertentu yang tegas mendeklarasikan, simbol baju tersebut, yang sebuah aksi keinginan ganti presiden baru.
"Penggunaan baju #2019gantipresiden ini tidak menjadi masalah andai dikenakan di luar halaman atau bukan ketika dalam acara debat paslon," tegasnya.