Banyaknya pemilih pemula alias generasi milenial menjadi daya tarik sendiri bagi para pasangan calon kontestan Pilpres 2019. Pasalnya, generasi ini merupakan kantong yang menentukan untuk memenangkan Pilpres 2019 mendatang. Tak ayal masing-masing kubu pun saling tebar pesona untuk menggaet suara para milenial tersebut.
Lalu yang menjadi pertanyaan, strategi apakah yang harus dilakukan para kontestan untuk menarik simpati para generasi milenial?
Pakar branding milenial Yuswohady mengatakan, masing-masing kubu perlu memetakan terlebih dahulu yang dibutuhkan oleh para milenial. Pemetaan dilakukan dengan melihat dari kacamata kaum milenial.
"Sehingga bisa melihat gambaran yang jelas, jangan semata-mata langsung menentukan A atau B solusinya," paparnya, Sabtu(15/9).
Selain itu, jika melihat siklus hidup para kaum milenial yang cenderung konsumtif, maka isu ekonomi merupakan isu yang cocok ditawarkan ke para kaum milenial. Kaum ini juga dianggap sebagai generasi susah. Sebab, generasi ini banyak mengalami masa krisis, yakni di tahun 1998, tahun 2008, serta tahun ini dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
"Sehingga, generasi ini cenderung mencari yang serba murah dan praktis. Makanya, mereka akrab dengan media sosial dan internet, jadi wajar kalau masalah isu tenaga kerja yang di ke depankan," jelasnya.
Hal serupa namun tak sama juga disampaikan oleh Peneliti Lingkaran Survei Indonesia Denny JA, Adjie Alfaraby. Menurut dia, kebutuhan kaum milenial saat ini sangat beragam. Namun, isu lapangan kerja masih menjadi perhatian utama para kaum milenial.
"Di kalangan mereka para milenial, isu lapangan kerja yang menjadi perhatian mereka. Tapi sangat variatif, keinginan antara milenial yang di perkotaan dan di pedesaan enggak sama," jelasnya.
Sementara di sisi lain, Wakil Sekjen DPP PAN Faldo Maldini menyatakan optimistis dapat meraup suara di kalangan pemilih milenial. Adanya figur Sandiaga Uno diklaim dapat merebut suara kaum ini.
Tak mudah gaet milenial
Adjie menampik bila figur Sandiaga disebut sanggup mengambil hati milenial. Menurut dia, belum ada pasangan calon presiden dan wakil presiden yang sepenuhnya mewakili milenial. Sebab, segmen pemilih ini memiliki sikap politik yang sangat variatif.
"Belum ada yang bisa dikatakan sangat milenial," paparnya.
Yuswohady mengatakan perlu detail kerja nyata bagi pasangan calon sebelum menempelkan branding "dekat dengan milenial". "Juga perlu bicara melalui bahasa mereka," kata Yuswohady.
Ketua DPP Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia, mengakui partainya berat menggaet suara milenial. Golkar masih dianggap sebagai partai warisan orde baru yang diisi oleh orang-orang lama.
"Tapi, kami sadar harus beradaptasi dan menyesuaikan dengan keadaan. Mau tak mau kami harus masuk ke generasi yang sekarang menjadi populasi terbesar di negara ini," pungkasnya.