close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Dok. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Foto: Kemenag
icon caption
Dok. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Foto: Kemenag
Politik
Jumat, 25 Februari 2022 16:13

Blunder azan masjid, Jokowi diminta copot Menag Yaqut 

Menag Yaqut sebagai pejabat publik harus memperbaiki kualitas komunikasi publiknya ke rakyat.
swipe

Komunikolog politik Tamil Selvan menyebut, pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menganggap suara azan sebagai suatu gangguan patut disesalkan. Tamil menilai sudah sepatutnya Yaqut dicopot Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Saya kira Menteri Agama ini patut direshuflle karena memang dia tidak paham menempatkan pernyataan di ruang publik, diksi yang dipilih nya sering kali mengundang konflik," kata Tamil dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (25/2).

Menurut Tamil, 'blunder' yang dilakukan Yaqut bukan kali ini saja. Sebelumnya, Yaqut mencopot sejumlah Dirjen Bimas Kemenag secara bersamaan. Menurutnya, pencopotan itu pun sampai saat ini tidak bisa dijelaskan secara clear di ruang publik.

Di sisi lain, Tamil berpendapat, umat nonmuslim sejak dulu tak pernah merasa keberatan dengan azan masjid. Bagi dia, justru di situ implementasi kerukunan antarumat beragama.

"Maka jika hal yang tidak pernah jadi masalah seperti azan mesjid ini justru di atur-atur, saya jadi heran, ada apa ini? Apa bagian dari pengalihan isu atau bagaimana? Karena belum pernah ada keberatan tentang hal tersebut," katanya.

Hal senada disampaikan Direktur The Community of ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya. Menurutnya, komunikasi publik Menag Yaqut kerap blunder. Menurutnya, Yaqut sebagai pejabat publik harus memperbaiki kualitas komunikasi publiknya ke rakyat. Apalagi jika ingin memberikan landasan filosofis dan sosiologis soal pengaturan yang berhubungan langsung dengan ibadah suatu umat.

Lebih lanjut, untuk substansi pengaturan toa, kata Harits, umat muslim tidak pertu membuat gaduh secara berkepanjangan. Faktanya, peraturan Kemenag di lapangan mayoritas hanya diposisikan sebagai imbauan yang tidak bermakna.

"Bahkan banyak pengurus masjid atau musola tidak peduli dengan himbauan atau pengaturan toa versi kemenag. Peraturan hanya menjadi triger kegaduhan baru yang bisa mengalihkan dari persoalan lain bangsa dan NKRI yang lebih besar dan krusial," kata Harits, Jumat.

Harits mengatakan, pengaturan toa memang tidak sepenuhnya buruk, ada sisi positifnya juga. Namun kultur dan kondisi sosial setiap tempat berbeda, dalam penerapannya perlu bijak dan proporsional.

"Kebaikan itu tidak selalu baik jika diwaktu dan tempat yg tidak semestinya. Umat islam khususnya juga perlu terus belajar untuk kembali menakar aktifitasnya dengan standart syariat. Apalagi kerap kali kejahilan/kebodohan melahirkan sikap fanatik dan intoleran kepada sesama umat Islam," katanya.

Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing. Pemberitaan yang mengatakan Yaqut membandingkan dua hal tersebut adalah sangat tidak tepat.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Thobib Al Asyhar mengatakan, Yaqut menjelaskan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dapat ditunjukkan dengan menjaga kebisingan pengeras suara. Sesuai  Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

"Dalam penjelasan itu, Gus Menteri memberi contoh sederhana, tidak dalam konteks membandingkan satu dengan lainnya, makanya beliau menyebut kata misal,” kata Thobib dalam keterangan, Kamis (24/2).

Menurut Thobib, Yaqut bukan mengutarakan kedua hal tersebut sebagai analogi perbandingan. Namun, sebagai contoh untuk menjelaskan suara yang terlalu keras apalagi muncul secara bersamaan, justru bisa menimbulkan kebisingan dan dapat mengganggu masyarakat sekitar. 

Thobib menyampaikan, Yaqut tidak melarang masjid hingga musala menggunakan pengeras suara saat azan. Sebab, itu memang bagian dari syiar agama Islam. 

Edaran yang Menag terbitkan, lanjut Thobib, hanya mengatur terkait volume suara agar maksimal 100 dB (desibel). Selain itu juga mengatur tentang waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan