close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi petugas memeriksa surat suara pemilu. Antara Foto/dokumentasi
icon caption
Ilustrasi petugas memeriksa surat suara pemilu. Antara Foto/dokumentasi
Politik
Sabtu, 18 Juni 2022 22:25

Fahri Hamzah: Bukan presiden yang tentukan penerusnya, tetapi rakyat

Ancaman terhadap demokrasi saat ini juga disebabkan karena hilangnya cita rasa terhadap demokrasi.
swipe

Tidak ada dinasti dalam sistem demokrasi. Dengan demikian bukan presiden berkuasa yang menentukan siapa penggantinya, setelah masa jabatan berakhir. Keputusan ada di tangan rakyat.

“Makanya tidak ada dalam demokrasi presiden mencari calon pengganti. Itu omong kosong. Tentu presiden tidak ingin apa yang dilakukan tidak dilanjutkan. Tapi itu tidak boleh. Tidak ada pelanjut. Pelanjut itu di tangan rakyat, bukan di tangan elite,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah, dalam diskusi yang digelar Masika ICMI, Jumat  (17/6).

Diskusi digelar di kampus Universitas Paramadina dan mengangkat tema “Oligarki: Ancaman terhadap Negara Hukum dan Demokrasi.”

Demokrasi, menurut dia, masih menjadi barang mewah. Kultur elite kita kebanyakan masih sangat feodalistik. Ancaman terhadap demokrasi saat ini juga disebabkan karena hilangnya cita rasa terhadap demokrasi. Misalnya presiden menganggap partai politik sebagai alat tawar menawar. Padahal dalam demokrasi presidensial, hal itu tidak dibenarkan, sebab presiden berada dalam posisi yang sangat kuat.

Political game ada aturannya. Siapa yang boleh bermain, siapa yang tidak boleh. Dalam tradisi presidensialisme, yang bermain adalah yang dipilih rakyat. Yang tidak dipilih rakyat tidak boleh bermain,” ujarnya.

Anggota DPR dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu mengatakan, penyelenggaraan negara saat ini jauh dari aspek keberpihakan lantaran dikuasai oligarki kapital. Dia juga bilang, politik hari ini tidak memiliki ruh. Menurut dia, politik yang dijalankan tanpa ideologi akan melahirkan zombie di dalam kekuasaan.

“Saat ini politik dipimpin oleh zombie. Wujudnya ada, tetapi elannya tidak ada. Baik di eksekutif dalam pengelolaan di pemerintahan, maupun di parlemen. Karena politik tanpa ideologi, tugas parlemen yang seharusnya tugas pengawasan, mengkritisi kebijakan yang belum tepat, malah sebaiknya yang muncul kata apresiasi,” urai dia melalui video Zoom.

Sedangkan pakar hukum tata negara Margarito Kamis berpendapat, kelompok oligarki mengendalikan hukum melalui penguasaan struktur-struktur kekuasaan.

“Cara berpikir orang oligarki itu, bahwa dalam pembuatan hukum, maka kendalikan si pembuat hukum. Tetapi para oligarki ini tentu tidak pernah kelihatan,” ungkapnya.

Sementara Ketua Umum Masika ICMI Ismail Rumadan mengatakan, kekuatan yang dimiliki kelompok-kelompok oligarki adalah penyebab masih maraknya praktik perburuan rente melalui kekuasaan, dengan membajak berbagai institusi demokrasi serta birokrasi. Menguatnya kelompok oligarki adalah indikator utama sekaligus penyebab kemunduran demokrasi Indonesia.

“Sebab dengan kuasa uang yang dimiliki, mereka tak segan-segan melakukan pelemahan hukum dan abai terhadap prinsip-prinsip demokrasi,” ujarnya.

Yang menjadi kekhawatiran, menurutnya, kontestasi politik nasional dan seluruh daerah di Tanah Air dikontrol dan bergantung pada permainan elite dan kepentingan para predator kekuasaan. Kondisi tersebut mengarah pada marjinalisasi kekuatan masyarakat sipil. “Para oligarki kerap mengambil keputusan di lingkungan mereka sendiri, padahal keputusan itu menyangkut kepentingan negara dan hajat masyarakat,” jelasnya.

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan