Penyanyi sekaligus anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Krisdayanti (KD) mengaku menerima dana reses Rp450 juta sebanyak lima kali dalam setahun. Ia juga menyebut memperoleh uang untuk kunjungan ke daerah pemilihan (dapil) saat masa reses sebesar Rp140 juta sebanyak delapan kali dalam setahun.
Menanggapi hal itu, mantan Anggota DPR RI periode 2009-2014 Erik Satrya Wardhana menyebut, total dana reses dan dana aspirasi saat ini telah mengalami kenaikan lebih dari dua kali lipat. “Jadi, berbeda, tetapi kalau saya bandingkan ya (dengan ketika dirinya menjabat sebagai anggota DPR RI),” ucap Erik dalam diskusi virtual, Sabtu (18/9).
Ia pun mengungkapkan, gaji dan tunjangan anggota DPR RI bukan mengalami kenaikan setiap periode, melainkan per tahun. “Tidak banyak (kenaikan gaji dan tunjangan) dan tidak signifikan, cuma memang kalau dana reses kenaikannya cukup signifikan,” tutur Erik.
Ia menyebut, kenaikan dana reses anggota DPR RI melesat selama dua tahun terakhir. Namun, jika anggota DPR tersebut tak serius dalam bekerja, sebesar apapun anggaran dana reses dan dana aspirasi tidak akan cukup.
Menurut Erik, beban biaya bekerja anggota DPR RI di daerah pemilihan (dapil) sangat mahal. Sebab, dalam proses penyerapan aspirasi, anggota DPR RI harus membayar berbagai keperluan dalam upaya mengumpulkan masyarakat. Misalnya, menyediakan biaya perjalanan sesuai jumlah orang yang diharapkan hadir.
“Masyarakat enggak bisa diundang begitu saja. Kalau tidak kasih transpor (biaya perjalanan) mereka tidak mau, mungkin karena mereka memang juga tidak ada alokasi untuk transpor. Jadi, mereka tidak hadir,” ujar Erik.
Terkait efektivitas dana reses dan dana penyerapan aspirasi, kata dia, sangat tergantung masing-masing anggota DPR. “Di masa saya ya, di dapil saya di Kota Bogor, Jabar III, dari 9 anggota DPR, yang rutin paling banyak 3 orang. Rutin setiap reses hadir di dapilnya. Jadi, kalau 3 dari 9 itu kan sekitar 30%, maksimum, saya kira, saya lihat di dapil lain kurang lebih sama,” ucapnya.
Ia khawatir kenaikan dana reses dan dana aspirasi dimanfaatkan untuk membiayai kampanye. “Bahkan, ada anggota DPR tidak pernah datang ke dapil, datang ke dapil di ujung menjelang pemilu. Itu datang lagi, itu uang reses itu dikumpulkan, di ujung bakal dibagi gitu, ternyata begitu tuh yang efektif dalam arti memperoleh suara,” ujar Erik.
Sebelumnya, Krisdayanti mengklarifikasi beredarnya informasi dana reses sebesar Rp450 juta yang disampaikannya di channel YouTube Akbar Faizal, 13 September 2021. Cuplikan video tentang besaran gaji hingga dana reses anggota DPR tersebut kemudian ramai jadi gunjingan publik.
Ia menegaskan, dana reses untuk kegiatan reses dalam rangka menyerap aspirasi rakyat di daerah pemilihan masing-masing. Dana itu, jelasnya, bukan bagian dari pendapatan pribadi anggota DPR dan digunakan untuk program konstituen.
“Anggaran tersebut wajib dipergunakan oleh Anggota DPR dalam menjalankan tugas-tugasnya untuk menyerap aspirasi rakyat. Aspirasi ini yang kemudian disalurkan Anggota DPR dalam bentuk kerja-kerja legislasi, pengawasan dan anggaran, sebagaimana fungsi DPR RI yang diamanatkan konstitusi," kata Krisdayanti dalam keterangannya, Rabu (15/9).
Dana tersebut, jelas Krisdayanti, untuk membiayai berbagai hal teknis kegiatan menyerap aspirasi masyarakat, khususnya di daerah pemilihan. Bahkan, lanjutnya, banyak juga kegiatan yang muncul dari usulan masyarakat.