Selain merilis bakal capres terkuat di pilpres 2019, Poltracking juga menginventarisir sejumlah nama yang berpotensi dilirik menjadi cawapres. Dari wawancara terhadap 1.200 responden di 34 provinsi diperoleh 6 besar yang turut meramaikan bursa cawapres. Mereka adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Gatot Nurmantyo, Anies Rasyid Baswedan, Ridwan Kamil, Muhaimin Iskandar (Cak Imin), dan Khofifah Indar Parawansa.
Nama AHY menyeruak ke permukaan, akibat memori publik yang belum bisa lepas dari pengalaman Pilkada Jakarta 2017 lalu. Ia berada di posisi teratas, dengan perolehan suara 12,4%. Merunut pada simulasi capres-cawapres yang dirilis Poltracking, adan kemungkinan Demokrat yang digawangi ayah AHY, SBY merapat ke Jokowi.
“Tapi intinya di simulasi ini, besar kemungkinan, SBY akan mengetengahkan nama anaknya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres. Dari survei Poltracking, jika Jokowi berpasangan dengan AHY elektabilitas AHY jadi 13,9%. Sementara, jika dipasangkan dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, elektabilitas AHY mencapai 15,85%,” ujar peneliti Poltracking, Faisal A. Kamil, Senin (19/2).
Karena angka elektabilitas lebih tinggi, maka simulasi ketiga, SBY mungkin akan merapat ke Prabowo, Bersama dengan Gerindra dan PKS. Koalisi tiga partai mengusung Prabowo sebagai capres dan AHY sebagai cawapres sangat memungkinkan. “Jika dilihat lebih jauh, jumlah kursi Gerindra dan PKS sebesar 20,18% sudah cukup mencapai presidential threshold sebesar 20%. Apalagi ditambah kekuatan Demokrat, ini akan jadi nilai lebih bagi kubu ini,” jelas Direktur Eksekutif Poltracking, Hanta Yudha dalam rilisnya baru-baru ini.
Berikutnya nama yang masuk di bursa cawapres adalah Anies Rasyid Baswedan, dengan perolehan suara 12,1%. Anies diuntungkan karena kini ia menduduki jabatan strategis sebagai Gubernur DKI Jakarta. Merujuk pada peta parpol pengusung Anies, maka jika Prabowo maju, ada kemungkinan ia akan menggandeng mantan Rektor Universitas Paramadina ini.
Ketiga, ada Gatot Nurmantyo dengan elektabilitas sekitar 10,4%. Gatot sendiri merupakan mantan Panglima TNI yang kini diindikasikan mulai aktif melakukan manuver politik. Dilansir dari Antara, sejauh ini, beberapa parpol tidak menutup mata dan mulai melirik Jenderal bintang empat ini. Dimulai dari Partai Amanat Nasional (PAN). Jika tidak memberikan dukungan politik untuk Joko Widodo dan membentuk poros baru, PAN cenderung melirik Jenderal Gatot sebagai calon alternatif.
"Tawaran alternatif misalkan di luar Pak Jokowi itu sudah kami gadang-gadang Panglima TNI, Pak Gatot. Tapi ini kan belum diputuskan di internal partai, kira-kira yang saya sampaikan seperti itu," ujar politisi PAN, Yandri Susanto.
Pertimbangan PAN mengusung Jenderal Gatot menjadi calon presiden adalah latar belakang militer. Apalagi beberapa presiden Indonesia terdahulu berangkat dari karir militer. Dari tingkat kedisiplinan dan cinta tanah air, militer sudah tidak diragukan.
Nama berikutnya yang muncul adalah Ridwan Kamil dengan perolehan suara 10,4%, disusul Muhaimin Iskandar sebanyak 7%, dan Khofifah Indar Parawansa sebanyak 5,5%. Nama-nama ini mengemuka berkat manuver politik dan rekam jejak mereka yang dari dulu berkecimpung di bidang politik. Ridwan Kamil kini menjadi calon Gubernur Jawa Barat, Khofifah calon Gubernur Jawa Timur, dan Muhaimin adalah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang sarat dengan dukungan golongan Muslim struktural dan kultural.
Nama Jusuf Kalla dalam survei Poltracking juga muncul, dengan perolehan suara 15,9%. Namun jika melihat UUD 1945, dengan posisinya sebagai cawapres dua periode, sukar bagi JK untuk maju kembali. “Kecuali ia mengajukan fatwa kepada Mahmakah Agung terkait niat pencalonannya sebagai cawapres, jika memang ingin mencalonkan diri,” ujar Ahli Hukum Tata Negara UI, Andi Muhammad Asrun.