Calon wakil presiden nomor urut 1, Cak Imin, menyampaikan, pembangunan desa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sebab, jumlah desa tertinggal berkurang sekitar 9.000 desa menjadi 4.000 saja.
"Ini bukti bahwa infrastruktur kita berjalan baik [dan] dana desa terlaksana baik. Sehingga, masyarakat desa semakin kerasan nanti," katanya dalam debat kedua cawapres di Jakarta, Minggu (21/1).
Berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Permendes PDTT) Nomor 2 Tahun 2016, desa dikelompokkan menjadi 5 status sesuai indeks desa membangun (IDM). IDM terdiri dari indeks ketahanan sosial (IKS), indeks ketahanan ekonomi (IKE), dan indeks ketahanan lingkungan (IKL).
Yang paling rendah adalah desa sangat tertinggal dengan IDM di bawah atau setara 0,4907, lalu desa tertinggal (IDM 0,4908-0,5989), desa berkembang (IDM 0,5990-0,7072), dan desa maju (IDM 0,7073-0,8155). Klasifikasi tertinggi adalah desa mandiri (IDM di atas 0,8155).
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), ada 4.382 desa sangat tertinggal pada 2023. Kemudian, 6.803 desa tertinggal, 28.752 desa berkembang, 23.030 desa maju, dan 11.456 desa mandiri.
Cak Imin, sapaannya, melanjutkan, kesuksesan pemerintah dalam membangun desa dalam beberapa tahun terakhir berbeda dengan Orde Baru (Orba). Kala itu, di bawah rezim Soeharto, ungkapnya, arah pembangunan datang dari atas.
"Dengan pembangunan desa, kita membangun dari bawah. Dengan pembangunan dari bawah, kita yakin akan tumbuh kehidupan kemasyarakatan ekonomi, sosial, budaya yang akan terus terjaga dan lestari," jelasnya. Dicontohkannya dengan alokasi dana desa sekitar Rp600 juta-Rp900 juta per desa/tahun sesuai mandat Undang-Undang (UU) Desa.
Menurut Cak Imin, jika ia bersama Anies Baswedan memenangi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, alokasi dana desa akan ditambah hingga Rp5 miliar per desa/tahun. "Agar apa? tidak hanya infrastrukturnya yang baik, tetapi juga ada kehidupan ekonomi yang tumbuh melalui BUMDes, melalui berbagai kegiatan wirausaha yang tumbuh, [dan] pertanian/peternakan/ekonomi kreatif tumbuh."
"Jadi, infrastruktur beres, pembangunan sarana prasarana tumbuh, kegiatan ekonomi memadai, dan desa terjaga menjadi komunitas yang membanggakan. Sehingga, masyarakat tidak lagi tertarik menjadi urbanisasi, tapi juga kembali ke desa membangun desa untuk pembangunan bangsa," imbuh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Pada kesempatan sama, cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, berpandangan berbeda. Ia menilai, perlu menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) masyarakat desa agar betah sehingga tidak melakukan urbanisasi. Dicontohkannya dengan Desa Ketapanrame, Mojokerto, Jawa Timur (Jatim), yang menjadi desa wisata terbaik pada 2023 sehingga mendapatkan penghargaan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
"Intinya adalah ini adalah desa wisata dibangun dengan crowdfunding. Jadi, masyarakat desa punya saham di destinasi wisata tadi. Jadi, ini salah satu contoh yang baik cara bagaimana agar masyarakat desa tidak meninggalkan desa atau mencari pekerjaan di kota. Kita bangun sense of belonging. kita pengin program-program yang sudah dijalankan di Mojokerto juga bisa dijalankan di desa-desa yang lain," tuturnya.
Sementara itu, cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, menerangkan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) di bawah kepemimpinan pasangannya, Ganjar Pranowo pada 2013-2023, memiliki beberapa strategi agar masyarakat desa tidak urbanisasi dan membangun daerahnya. Program-program tersebut seperti pembangunan 1.000 embung, desa mandiri energi dan mandiri pangan, serta pembangunan irigasi.
"Di Daerah Istimewa Yogjakarta ada satu daerah, [Desa] Panggungharjo namanya. Desa Panggungharjo itu dikenal sangat maju. Koperasinya jalan, irigasinya jalan, umkm-nya jalan. Dikelola oleh desa itu dengan baik. Nah, masalahnya sekarang sebenarnya ada pepatah deso mowo coro, negoro mowo toto. Ini yang [mengakibatkan] di daerah-daerah lain tidak jalan: negara terlalu intervensi ke desa dalam soal-soal administratif," ulasnya.
Kompleksitas masalah desa
Terpisah, sosiolog Universitas Trunojoyo, Iskandar Dzulkarnain, menerangkan, tantangan dalam membangun desa bukan sekadar masalah anggaran, tetapi sangat kompleks. Dicontohkannya dengan data presisi desa yang belum baik hingga kini, kemiskinan, kebodohan, ketimpangan sosial, hingga pembangunan pertanian yang belum berpihak.
"Ada banyak persoalan terkait desa," katanya kepada Alinea.id, Senin (22/1).
Iskandar berpendapat, ada beberapa solusi yang seharusnya didorong jika ingin membangun desa selain dana desa. Pertama, penguatan data desa secara presisi sehingga semua permasalahan di desa bisa diselesaikan sesuai prioritas permasalahannya.
Namun, sambungnya, pemerintah perlu melihat lebih jauh. Disarankan dengan memprioritaskan pembangunan sumber daya manusia (SDM) desa.
Jika itu dilakukan, baginya, dapat sekaligus menyelesaikan problem lainnya, khususnya kemiskinan dan kebodohan. Pembangunan berbasis pertanian juga mesti menjadi prioritas.
"Tentunya untuk menyelesaikan permasalahan ketimpangan kemiskinan atau selama ini pengelolaan dana desa tidak tepat sasaran atau bahkan menjadi sarang korupsi bagi desa. Sehingga, ketimpangan semakin menguat di desa," ujarnya.