Mengikuti jejak Lies Hartono (Cak Lontong), pelawak Entis Sutisna alias Sule terjun ke kompetisi pilkada sebagai anggota timses salah satu pasangan. Pekan lalu, Sule resmi ditunjuk calon Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sebagai juru bicara tim pemenangan pasangan Dedi-Erwan.
"Sule ini pelawak. Saya percaya dia akan mampu menyampaikan pesan-pesan kepada masyarakat dengan guyonan yang menghibur gelak tawa nantinya," kata Dedi saat ditanya wartawan di Subang, Jawa Barat, Jumat (19/9) lalu.
Sule merupakan pelawak berdarah Sunda kelahiran Cimahi, Jawa Barat. Di puncak kariernya, Sule pernah tercatat jadi pelawak dengan bayaran termahal. Meskipun tak lagi mengampu acara di layar kaca, Sule masih sangat populer.
Jika Sule hanya jadi jubir, Cak Lontong didapuk jadi Ketua Tim Pemenangan Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada DKI Jakarta 2024. Sebelumnya, Cak Lontong dikenal sebagai simpatisan Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Pilpres 2024.
Di Pilgub Banten 2024, pasangan Andra Soni-Ahmad Dimyati Natakusumah resmi menunjuk selebritas Raffi Ahmad sebagai ketua timses. Raffi juga kerap dikategorikan sebagai komedian karena punya pengalaman main di berbagai sketsa komedi.
Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Asep Suryana menilai kehadiran para komedian di tim pemenangan paslon di pilkada mengindikasikan kompetisi politik tak lagi dianggap serius oleh publik. Kandidat seolah lebih mengutamakan gimmick ketimbang adu gagasan.
"Pemilu sejatinya membicarakan menyangkut hajat hidup orang banyak. Aspek-aspek itu menjadi mengecil. Sejak Prabowo berhasil menggeser politik menjadi omon- omon itu, mulai ada kecenderungan politik yang kurang substantif," ucap Asep kepada Alinea.id, Selasa (24/9).
Para pelawak era kiwari, menurut Asep, piawai menyulap pertarungan politik dan adu gagasan yang tajam menjadi hiburan. Pelawak juga bisa menjadi penarik massa dengan kepopulerannya. Apalagi, para pelawak kini lazimnya punya banyak pengikut di media sosial atau bahkan punya kanal Youtube masing-masing.
"Jadi, pelawak ini menjadi duta brand. Politik sekarang itu politik brand. Dengan kuatnya media massa, media sosial, YouTube ini, maka pelawak bisa berperan penting (dalam pemenangan paslon)," ucap Asep.
Meski para komedian ditempatkan di garda terdepan oleh para kandidat, Asep berharap pertarungan politik di pentas pilkada turun kualitasnya jadi sekadar "lawakan". "Problemnya dalam jangka panjang kita akan kehilangan politik itu sebagai hajat hidup orang banyak," imbuhnya.
Sosiolog Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina menganggap wajar jika para komedian kini direkrut sebagai anggota timses para paslon di pilkada. Ia memperkirakan para pelawak nantinya bakal mengikuti jejak para pesohor lainnya yang bergelut di dunia politik.
"Akan mengikuti sejarah fenomena artis masuk ranah politik sebelumnya. Mereka (artis-artis) yang kompetenlah yang bisa bertahan di dunia politik menjadi anggota DPR atau di dalam pemerintahan," ucap Nia kepada Alinea.id.
Diakui Nia, para komendian belum tentu tajam dalam membedah isu-isu sosial dan substansial saat berhadapan dengan publik atau media. Namun, para paslon bisa mendompleng kepopuleran para komedian di pilkada.
"Sosok seniman atau pelawak itu akrab dengan masyarakat luas sehingga bisa menjadi pintu masuk untuk memperkenalkan calon pemimpin yang mereka usung," ucap Nia.
Analis politik dari Universitas Medan Area, Khairunnisa Lubis menilai kehadiran para komedian di timses bisa menurunkan tensi politik di pemilu yang kerap tinggi. Apalagi, mereka ditempatkan di posisi-posisi yang strategis di tim pemenangan.
Nisah, sapaan akrab Khairunnisa, juga sepakat para komedian dimanfaatkan oleh para kandidat karena kepopuleran mereka.
"Itu jelas mendorong minat calon pemilih lebih ingin ikut memilih calon dari yang pelawak usung, terlebih calon pemilih yang mengidolakan pelawak," ucap Nisah.