Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ramai diperbincangkan sebagai calon presiden alternatif potensial. Bahkan sejumlah kelompok relawan mendeklarasikan Anies sebagai calon presiden 2019 mendatang. Di balik dukungan yang cukup deras, Anies kembali diingatkan untuk tetap fokus pada Jakarta.
Direktur Eksekutif Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Very Junaedi mengatakan, sebenarnya menjadi calon presiden maupun wakil presiden merupakan hak setiap warga negara. Hanya saja pada posisi Anies saat ini, Very mengingatkan tugas-tugasnya yang belum rampung sebagai pemimpin Jakarta.
Persoalannya, kata Very, dalam pertarungan pemilihan kepala daerah di DKI Jakarta saat Anies melawan petahana Basuki Tjahja Purnama memakan energi yang luar biasa. Bahkan Very menyebut pertarungan dua nama tersebut ibarat perturangan berdarah.
"Dulu perdebatannya begitu kencang, masak sekarang Jakarta mau ditinggalkan begitu saja," ujar Very pada Jumat (6/7) kepada Alinea.id.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) August Mellaz justru menilai majunya Anies sebagai calon presiden akan semakin baik bagi iklim demokrasi. Sebab semakin banyak alternatif akan semakin baik terhadap demokrasi elektoral.
Namun langkah Anies bukan tanpa ganjalan. August mengatakan persoalannya nanti adalah bagaimana memberikan pendidikan politik kepada publik terkait dengan rasionalitas dalam memilih seseorang. Sehingga dapat diarahkan kepada basis program bukan basis aliran primordialisme dan SARA.
Hal tersebut bisa menjadi pilihan dan pendidikan politik kepada masyarakat. Hanya saja, Anies kata August harus bisa melakukan pembuktian atas apa yang akan direalisasikannya.
Ambang batas bubarkan koalisi
Di sisi lain munculnya tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden dinilai akan semakin menarik pertarungan pemilihan presiden 2019 mendatang. Apalagi jika ambang batas pencalonan atau presidential threshold diterima Mahkamah Konstitusi sebesar 0%, maka pertarungannya akan lebih menarik lagi.
Kemunculan figur alternatif seperti Agus Harimutri Yudhoyono dan Anies Baswedan serta nama lain akan menambah pilihan masyarakat dibandingkan hanya dua tokoh, yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
"Ibarat makan, menunya banyak," kata Very.
Bahkan secara matematis jika ambang batas pencalonan benar-benar dihapus maka seluruh partai peserta pemilu akan dapat mencalonkan tokohnya masing-masing.
Ini tentu akan menguji ketokohan seorang Jokowi dan Probowo, apakah kedua sosok tersebut benar-benar masih diminati atau justru publik mencari sosok lain dari kedua figur tersebut.
Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP UI Aditya Perdana menambahkan, ambang batas bisa membubarkan koalisi yang sudah terbentuk selama ini. Artinya, jika uji materi ambang batas pencalonan presiden diloloskan, maka berpotensi semakin banyak orang yang mencalonkan diri.
"Bahkan Yusril yang sudah mati arang pasti juga akan mencalonkan, dan semuanya pasti akan percaya diri untuk mencalonkan diri," pungkasnya.