Pengecatan ulang pesawat kepresidenan RI yang menjadi warna merah dan putih disorot publik, tak terkecuali Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ahmad Fathul Bari.
Ia menilai pengecatan dari semula berwarna biru dan putih menjadi merah putih itu tidak tepat di tengah kebijakan PPKM Level 4 dan kontroversi kebijakan pengadaan laptop serta kasus bansos.
"Apa yang dilakukan sangat tidak peka dengan kondisi pandemi dan kondisi masyarakat saat ini. Apalagi persebaran pandemi yang semakin masif dan sudah menyebar ke berbagai daerah, serta direspons dengan kebijakan pemerintah yang terkesan menyerahkan beban sepenuhnya ke masyarakat untuk menanggung beban hidup masing-masing," ujar Fathul dalam keterangannya, Selasa (3/8).
Saat ini, sambung Fathul, rakyat masih berjuang menghadapi pembatasan yang berdampak pada kondisi ekonomi, namun tidak dibarengi dengan solusi untuk bertahan hidup. "Langkah melakukan pengetatan juga tidak diiringi dengan solusi yang diberikan, sehingga masyarakat seolah bertarung sendiri dengan tantangan hidup atau mati menghadapi pandemi dan kesulitan hidup," lanjutnya.
Ia kemudian merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Bila pemerintah menetapkan kebijakan sesuai Pasal 55 UU tersebut, katanya, setidaknya masyarakat bisa lebih terjamin.
"Tapi yang terjadi saat ini justru kecenderungan untuk menghindari kewajiban tersebut melalui langkah lainnya, bahkan melakukan langkah lain yang kontroversial dan seolah tidak peka dengan kondisi masyarakat saat ini," pungkasnya.
Keputusan mencat ulang pesawat kepresidenan RI tersebut juga dinilai pengamat penerbangan Alvin Lie sebagai bentuk foya-foya lantaran biayanya yang tak sedikit. "Hari gini masih aja foya-foya ubah warna pswt Kepresidenan Biaya cat ulang pswt setara B737-800 berkisar antara USD100ribu sd 150ribu Sekitar Rp.1,4M sd Rp.2.1M," cuit Alvin Lie via akun Twitternya kemarin.