close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Logo Baru Partai Keadilan Sejahtera/Foto Dokumentasi Fraksi PKS.
icon caption
Logo Baru Partai Keadilan Sejahtera/Foto Dokumentasi Fraksi PKS.
Politik
Rabu, 30 Desember 2020 21:57

Catatan akhir tahun, PKS: Makin besar defisit, makin lebar utang

Rasio perpajakan Indonesia terus mengalami penurunan setiap tahunnya.
swipe

Ketua Dewan Pengurus Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS) Bidang Ekonomi dan Keuangan, Anis Byarwati mengatakan, secara umum rasio perpajakan Indonesia (tax ratio) terus mengalami penurunan setiap tahunnya.

“Dari 10,8% pada tahun 2015, menjadi sekitar 9,8% pada tahun 2019. Artinya, sebelum ada pandemi Covid-19, tren penurunan rasio pajak telah terjadi,” paparnya dalam webinar dengan judul “Catatan Politik Akhir Tahun 2020” yang disiarkan langsung oleh kanal Youtube PKS TV, Rabu (30/12).

Karenanya, lanjut Anis, dengan adanya pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi yang menyebabkan terjadinya kondisi realisasi lebih rendah dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam APBN (tax shortfall).

Dia memperkirakan,  pada akhir 2020 tax ratio hanya mencapai 7,9% dan pada akhir 2021 mencapai 8,18%. Anis juga menyebut bahwa ekspansi fiskal yang dilakukan oleh pemerintah guna menyokong perekonomian akibat imbas pandemi Covid-19, akan menyebabkan semakin lebarnya defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) tahun 2020.

Dari analisisnya, terlihat adanya pelebaran defisit fiskal dari 2,2% pada tahun 2019, yang meningkat ke angka 6,3% di 2020. Untuk 2021, ia memperkirakan masih akan terjadi defisit sebesar 5,7%.

“Defisit merupakan langkah normal di masa pandemi, akan tetapi tetap memerlukan kehati-hatian dalam melaksanakan kebijakan defisit ini. Sebagian besar defisit APBN dibiayai oleh utang. Semakin besar defisit maka semakin lebar juga utang,” imbuhnya.

Dia menjelaskan, permasalahan yang kerap terjadi saat ini adalah gagalnya pemerintah dalam membelanjakan uang. Hal tersebut tercermin dari besarnya sisa pembiayaan anggaran selama lima tahun terakhir, yang jumlahnya ditaksir mencapai Rp10–30 triliun setiap tahunnya.

Menurutnya, pelebaran defisit tersebut terjadi akibat dari tingginya anggaran untuk Penyelamatan Ekonomi Nasional (PEN). 

“Akan tetapi, data terakhir menunjukkan bahwa realisasi anggaran PEN masih belum optimal. Hal ini tentu akan merugikan karena utang yang sudah ditarik tetapi gagal dimanfaatkan untuk PEN,” kata dia.

Dia menambahkan, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia (Debt to GDP Ratio) terus mengalami peningkatan dan semakin memburuk akhir-akhir ini. Ketika masa pra-pandemi, debt to GDP ratio Indonesia terus meningkat, dari awalnya 24% di tahun 2014 menjadi 30,2% di 2019.

Meningkatnya debt to GDP ratio menunjukkan bahwa selama periode tersebut penambahan utang lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan PDB. Artinya, utang pemerintah selama ini belum cukup produktif untuk mendorong PDB nasional.

Untuk 2020, di memprediksi debt to GDP ratio mencapai 37% dan terus meningkat menjadi 41% pada 2021. Hal ini dianggap sinyal kurang bagus, karena pemerintah akan kesulitan mengendalikan laju utang di masa yang akan datang.

"Kondisi ekonomi mutakhir juga ditandai dengan lonjakan utang pemerintah. Sepanjang Maret-Oktober 2020, total utang pemerintah meningkat hingga Rp. 685 triliun. Utang dalam bentuk Surat Berhrga Negara atau Surat Utang Negara (SBN/SUN) mencapai Rp5.029 triliun," pungkas Anis.

img
Andi Adam Faturahman
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan