Deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) kemarin, Minggu (2/8), dinilai positif di tengah miskinnya kelompok kritis terhadap kebijakan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
"Menjadi suplemen demokrasi di tengah miskinnya kelompok kritis. Kehadiran mereka dirasa spesial karena di era Jokowi ini nyaris tak ada tokoh yang mengambil sikap berseberangan dengan pemerintah. Banyak yang memilih bagian rezim," ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno dihubungi Alinea.id, Senin (3/8).
Menurutnya, di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), deklarasi kelompok kritis semacam ini merupakan fenomena politik biasa.
"Bahkan tiap saat bisa kita jumpai kelompok kritis protes. Sekarang pemandangan semacam itu sepi. Pertanda kehampaan demokrasi," ujar dosen Fisip UIN Jakarta ini.
Adi menilai, protes kolektif semacam ini penting untuk memberikan tekanan yang lebih kuat bagi kerja-kerja pemerintahan dan demokrasi.
"Mereka datang dari berbagai latar belakang berbeda. Tentunya menarik sikap kritis mereka karena bakal menambah semarak demorkasi," katanya.
"KAMI akan mendapat respons positif di tengah kehampaan demokrasi substansial," pungkasnya.
Turut hadir dalam deklarasi itu di antaranya Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin, Abdullah Hehamahua, Rocky Gerung, Said Didu, Refly Harun, Ichsanudin Noorsy, Sri Bintang Pamungkas dan sejumlah tokoh lainnya.
Pada kesempatan itu, Din menyebut bahwa kapal besar Indonesia sedang goyang dan hampir karam dan jutaan manusia butuh makan. Bahkan, dia menilai perjuangan bangsa ini sangat berat karena melintasi lingkaran setan di tengah tumbuhnya oligarki.
"KAMI pada pemahaman saya adalah sebuah pergerakan moral, semua elemen masyarakat dari pemuka agama, aktivis dan semua," ujanya saat deklarasi KAMI kemarin, di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan.