close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi gedung DPR. Foto DPR.go.id
icon caption
Ilustrasi gedung DPR. Foto DPR.go.id
Politik
Selasa, 06 Desember 2022 11:33

Demo RKUHP, 400 Personel gabungan disiagakan di depan DPR

Komarudin mengaku tak ada pola pengamanan khusus guna mengawal unjuk rasa hari ini.
swipe

Aliansi Nasional Reformasi KUHP akan kembali menggelar aksi demonstrasi penolakan draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) di depan Gedung DPR/MPR, Kompleks Parlemen, Senayan, hari ini (6/12). Sebanyak 400 personel gabungan dari kepolisian diterjunkan untuk melakukan pengamanan aksi.

"Sementara 4 SSK (400 personel) yang akan disiapkan di sana," kata Kapolres Metro Jakarta Pusat, Komisaris Besar Polisi Komarudin kepada wartawan, Selasa (6/12).

Komarudin menyatakan, rekayasa lalu lintas (lalin) di sekitar kawasan Gedung DPR/MPR akan bersifat situasional. Artinya, rekayasa lalin baru akan dilakukan mengikuti kondisi dan kebutuhan di lapangan.

"Apabila memang mendesak dan diperlukan, maka bakal dilakukan. Jika tidak sampai mengganggu arus lalin, maka tidak dilakukan. Sementara situasional aja," ujar dia.

Komarudin mengaku tak ada pola pengamanan khusus guna mengawal unjuk rasa hari ini. Kendati demikian, ia meminta massa aksi bisa menyampaikan pendapatanya dengan tertib.

"Pengamanan atau pelayanan dan pengawalan jalannya aksi penyampaian pendapat di muka umum akan sama seperti pengawalan aksi-aksi yang lain. Harapan tentunya aksi berjalan dengan aman, tertib dan lancar," terang Komarudin.

DPR dijadwalkan akan menggelar rapat paripurna DPR ke-11 masa persidangan II tahun sidang 2022-2023. Rencananya, salah satu agenda dalam paripurna DPR mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
 
Aliansi Nasional Reformasi RKUHP menolak tegas rencana pengesahan tersebut. Sebab, masih banyak muatan pasal di RKHUP yang kontroversial.

Sebelumnya, Yayasan Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) turut menyesalkan DPR yang menyetujui RKUHP untuk disahkan dalam rapat paripurna. Berdasarkan temuan YLBHI, pemerintah memasukan pasal baru yang sebelumnya bukan ranah pidana.

"Terakhir kami melihat pasal yang di-share oleh pemerintah, per 30 November 2022, kami masih menemukan banyak sekali pasal-pasal yang bermasalah, pasal yang mungkin terinterpelasi, dan bahkan pasal yang kemudian dia (pemerintah) menambahkan pidana baru, yang sebelumnya bukan tindak pidana," ujar Ketua YLBHI Muhammad Isnur di kompleks Parlemen, Senayan, Senin (5/12).

Menurut Isnur, pasal-pasal kontroversial ini menjadi ancaman bagi pihak yang memiliki pandangan berbeda dan kritis terhadap pemerintah. Tentu saja, menyebabkan iklim demokrasi di Indonesia semakin bergerak mundur.

"Tentu saja di tengah suasana regresi demokrasi, di tengah suasana yang kembali ke otoritarian ini, semakin berbahaya mengancam orang-orang yang berbeda, orang-orang yang kritis, mengancam orang-orang yang bergerak untuk demonstrasi," katanya.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan