close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) saat berkunjung ke Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta/Foto dok Demokrat.
icon caption
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) saat berkunjung ke Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta/Foto dok Demokrat.
Politik
Rabu, 10 Februari 2021 16:42

Demokrat: Buzzer kanker demokrasi, mati dengan sendirinya

Pasukan buzzer jadi persoalan bila diselenggarakan oleh alat negara.
swipe

Maraknya buzzer atau pendengun di ruang maya menciutkan mantan Menteri Koordinator bidang Ekonomi dan Industri di era Presiden Abdurrahman Wahid, Kwik Kian Gie. Ekonom senior itu merasa resah dan tak nyaman dengan serangan kata kasar, jorok dan kotor para buzzer di media sosial.

"Saya belum pernah setakut saat ini mengemukan pendapat yang berbeda dengan maksud baik memberikan alternatif. Langsung saja di-buzzer habis-habisan, masalah pribadi diodal-adil. Zaman Pak Harto saya diberi kolom sangat longgar oleh Kompas. Kritik-kritik tajam,” cuit Kwik belum lama ini.

Begitu pula dengan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir. Tepat Hari Pers Nasional kemarin, dia melontarkan kritik keras kepada para buzzer. Menurutnya, mereka merupakan musuh terbesar dunia pers saat ini, khususnya pers online melalui jalur media sosial.

"Pers Indonesia secara khusus dalam dinamika politik kebangsaan saat ini penting menjalankan fungsi checks and balances,” ucap Haedar dalam keterangan tertulis, Selasa (9/2).

Menanggapi maraknya buzzer tersebut, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat, Rachland Nashidik, mengusulkan agar tak gentar menghadapi buzzer karena akan lenyap dengan sendirinya.

"Hadapi saja. Nanti selesai usia pemerintahan Jokowi, buzzer kanker demokrasi itu akan mati dengan sendirinya. Jangan takut menyampaikan pendapat, jangan takut membela kebenaran," katanya kepada Alinea, Rabu (10/2).

Buzzer, lanjut Rachland, sebenarnya istilah netral saja. Namun, lanjutnya, yang jadi soal bila pasukan buzzer diselenggarakan oleh alat negara.

"Atau apalagi diisi oleh alat negara itu sendiri, ditopang oleh informasi intelejen, dilengkapi peralatan sadap dan beroperasi dengan duit dari pajak rakyat.Termasuk untuk menginteli hidup pribadi oposisi dan mengeksposnya di publik," ungkapnya.

"Kita semua tahu, di masa pemerintahan ini, anggapan tentang buzzer itu hidup di alam pikiran publik," pungkas Rachland.

img
Fathor Rasi
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan