close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gubernur Jawa Barat periode 2013-2018 Ahmad Heryawan (tengah) menandatangani surat serah terima jabatan disaksikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (kiri) dan Penjabat Gubernur Jawa Barat Komjen Pol M. Iriawan (kanan) di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Ba
icon caption
Gubernur Jawa Barat periode 2013-2018 Ahmad Heryawan (tengah) menandatangani surat serah terima jabatan disaksikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (kiri) dan Penjabat Gubernur Jawa Barat Komjen Pol M. Iriawan (kanan) di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Ba
Politik
Selasa, 19 Juni 2018 13:04

Demokrat maju, Golkar tolak hak angket PJ Gubernur Jabar

Polemik pengangkatan pejabat kepolisian Irjen Pol M. Iriawan sebagai PJ Gubernur Jawa Barat terus berlanjut.
swipe

Polemik pengangkatan pejabat kepolisian Irjen Pol M. Iriawan sebagai PJ Gubernur Jawa Barat terus berlanjut.

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI Didik Mukrianto menilai pelantikan Irjen Pol M. Iriawan sebagai Pj Gubernur Jawa Barat telah melanggar konstitusi sehingga fraksinya mendorong DPR membentuk Panitia Khusus Hak Angket untuk mengoreksi kebijakan tersebut.

"DPR harus menjadi penyeimbang dan pengawas jalannya pemerintahan, kami berpandangan saat yang tepat bagi Fraksi Demokrat DPR RI dan DPR RI menggunakan Hak Angket mengingatkan dan mengkoreksi pemerintah agar tidak terkoreksi oleh rakyat dan sejarah," kata Didik dilansir Antara, Selasa (19/6).

Didik menilai setiap kebijakan dan keputusan pemerintah mutlak harus konstitusional dan mendasarkannya kepada UU dan aturan yang berlaku.

Menurut dia, ada hal yang cukup serius yang harus disikapi dan dilakukan koreksi terhadap pemerintah karena diindikasikan melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang.

"Setidak-tidaknya ada indikasi pelanggaran terhadap 3 Undang-Undang yaitu UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah," ujarnya.

Dia menilai pelanggaran terhadap pelaksanaan undang-undang, apalagi terhadap tiga Undang-undang, bisa dikatakan suatu skandal besar dalam konteks tata kelola pemerintahan, berbangsa dan bernegara. Didik mengatakan apalagi saat ini bangsa Indonesia sedang menjalankan proses demokrasi yaitu Pilkada 2018 dan menghadapi Pemilu 2019, sehingga kebijakan tersebut akan membawa dampak serius terhadap pelaksanaan demokrasi.

"Pelanggaran UU akan mencederai demokrasi dan kehendak rakyat. Sebagai bagian bangsa besar yang mencintai negeri ini, kita harus peka terhadap suara dan jeritan rakyat dan harus mengingatkan, bahkan mengoreksi pemerintah agar bangsa ini tidak terjerumus kepada persoalan besar yang sangat serius," katanya.

Dia mengatakan rencana pengangkatan Plt Gubernur dari unsur Polisi dan TNI aktif pernah diusulkan oleh Mendagri. Namun, rakyat menolak sehingga pada akhirnya pemerintah mengurungkan niatnya tersebut.

Kendati demikian, dia merasa heran dengan kebijakan pemerintah saat melantik M. Iriawan tersebut, karena tidak mendengar dan melawan kehendak suara rakyat.

Golkar menolak

Secara terpisah,  Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan partainya secara tegas menolak usulan pembentukan Hak Angket terkait dilantiknya Komjen Pol M. Iriawan sebagai PJ Gubernur Jabar. Dia menilai, hal itu tidak perlu disikapi secara berlebihan.

"Jangan terlalu berlebihan menanggapinya soal penunjukan Komjen Irawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat, apalagi dengan mengusulkan Hak Angket," kata Ace di Jakarta.

Partai Golkar menilai, penunjukan tersebut merupakan kewenangan pemerintah dan diyakini kebijakan itu sudah dikaji dari aspek perundang-undangan yang berlaku.

Menurut dia, kalau tidak puas dengan kebijakan tersebut, maka Komisi II DPR bisa memanggil Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk menjelaskan alasan kebijakan penunjukkan tersebut.

"Kalau soal perwira Kepolisian menduduki jabatan di luar tugas kepolisian, sejauh ini sudah banyak contohnya, misalnya, Ronny Sompie menjadi Dirjen Imigrasi di Kementerian Hukum & HAM," ujarnya.

Selain itu menurut Ace, di Sulawesi Barat tahun 2016, penjabat gubernurnya adalah Irjen Carlo Brix Tewu, saat itu, Carlo menjabat Plh Deputi V Bidang Keamanan Nasional Kemenko Polhukam dan Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi Kemenko Polhukam.

Dia menjelaskan, posisi Iriawan sebelumnya tidak menepati dalam struktur aktif jabatan Kepolisian, tapi sebagai Sekretaris Utama Lemhanas sehingga tidak bisa dinilai melanggar UU.

Sebelumnya, Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional Komjen Pol Drs Mochamad Iriawan SH MM MH resmi dilantik sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat menggantikan Ahmad Heryawan yang masa jabatannya sebagai Gubernur Jawa Barat habis pada 13 Juni 2018.

Pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan Komjen Pol Drs Mochamad Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, di Gedung Merdeka, Bandung.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyatakan pelantikan Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional Komjen Pol Drs Mochamad Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat, tidak melanggar undang-undang.

"Enggak ada apa-apa yang penting tidak melanggar undang-undang. Dulu itu kan orang curiga, belum-belum curiga. Kan enggak mungkin dong saya mengusulkan orang kemudian menjerumuskan Pak Presiden, kan enggak mungkin. Saya sesuai aturan dan UU karena nama yang saya usulkan saya kirim kepada Pak Presiden," kata Mendagri Tjahjo Kumolo, di Bandung, Senin.

Tjahjo mengatakan tidak ada pertimbangan khusus terkait dipilihnya M Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat, terlebih latar belakang Iriawan dari kepolisian.

img
Sukirno
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan