Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tampak semakin akrab dengan politikus PDI-Perjuangan Basuki Tjahaja Purnama. Sama-sama berstatus sebagai mantan penguasa ibu kota, Anies dan Ahok hadir dalam Bentang Harapan Jakasa di Balai Kota, Jakarta Pusat, akhir Desember lalu. Acara itu digelar sebagai ajang persamuhan para eks Gubernur DKI Jakarta.
Ahok dan Anies terekam duduk bersisian bersama eks Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat yang juga politikus PDI-P. Selain ketiganya, eks Gubernur Jakarta Sutiyoso alias Bang Yos dan Fauzi Bowo juga turut hadir. Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria juga menyempatkan diri untuk mampir. Hanya Jokowi dan Plt Gubernur DKI Heru Budi yang absen.
Keakraban Anies dan Ahok seolah menegaskan sudah ada tidak ada "residu" konflik Pilgub DKI Jakarta 2017. Ketika itu, Anies dan Ahok adalah seteru. Ahok bahkan sempat dibui lantaran kasus penistaan agama terkait kampanye Pilgub DKI.
Kemesraan Anies-Ahok ramai diperbincangkan warganet di media sosial. Ada yang mengapresiasi, ada pula yang menghujat. Beragam spekulasi liar pun beredar. Salah satunya ialah wacana menduetkan Anies dan Ahok di Pilpres 2024.
Direktur Eksekutif Citra Institute, Yusak Farchan menilai islah Anies-Ahok kian menunjukkan kedekatan Anies dengan PDI-P. Terlebih, Anies turut membantu pemenangan pasangan Pramono Anung-Rano Karno di Pilgub DKI Jakarta 2024. Jelang pencoblosan, Anies mendeklarasikan dukungan untuk duet kader PDI-P itu.
“Anies membutuhkan PDI-P sebagai panggung politik, sementara PDI-P memanfaatkan Anies sebagai simbol perlawanan terhadap Jokowi,” ungkap Yusak kepada Alinea.id, Minggu (5/1).
Menurut Yusak, PDI-P yang belum memiliki kader kuat sebagai capres potensial di 2029. Partai besutan Megawati Soekarnoputri itu bisa melirik Anies sebagai figur alternatif yang potensial menarik suara dari kalangan moderat dan Islam konservatif.
Di sisi lain, kedekatan Anies dengan PDI-P juga menguntungkan bagi Anies sendiri. Anies bisa memulihkan citra politiknya yang terlanjur dilekatkan pada isu politik identitas saat Pilgub DKI 2017.
“Ini semacam upaya mencuci reputasi supaya Anies bisa diterima kelompok yang lebih luas, tidak hanya dari kalangan Islam, tetapi juga dari kubu nasionalis, bahkan faksi kiri,” ujarnya.
Wacana duet Anies dan Ahok bukan tanpa tantangan. Direktur Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul mengingatkan resistensi para kader di internal PDI-P bisa menjadi hambatan bagi Anies.
Elite-elite PDI-P seperti Adian Napitupulu yang kerap mengkritik Anies selama ini, kata Adib, kemungkinan akan sulit menerima langkah tersebut tanpa kompromi politik yang besar.
“Tetap saja, dalam politik, yang abadi adalah kepentingan. Kalau ada peluang besar menang, perbedaan lama bisa dikesampingkan,” kata Adib kepada Alinea.id.
Adib mencontohkan bagaimana Jokowi bisa akrab dengan Prabowo setelah berdamai pasca-Pilpres 2019. Padahal, keduanya adalah seteru politik di dua pilpres berturut-turut. Prabowo bahkan sempat menolak kemenangan Jokowi di Pilpres.
Terkait Anies-Ahok, Adib menduga sudah ada kesepakatan politik di antara keduanya. “Kedekatan ini bisa saja muncul dari kesepakatan antara Anies dan PDI-P. Mungkin sebagai bentuk respons terhadap kekalahan pilpres sebelumnya. Ini bisa disebut barisan sakit hati,” kata Adib.
Hambatan lainnya dari kalangan pendukung Anies dan Ahok. Loyalis Ahok dan Anies berasal dari basis masa yang pernah berkonflik keras di Pilgub DKI 2017. "Jika koalisi ini terjadi, bagaimana menjaga soliditas pendukung adalah tantangan besar,” imbuhnya.