close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kolase foto eks Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa (kiri) dan Ketua Umum PPP Mardiono (kanan). Alinea.id/Aisya Kurnia
icon caption
Kolase foto eks Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa (kiri) dan Ketua Umum PPP Mardiono (kanan). Alinea.id/Aisya Kurnia
Politik
Minggu, 18 September 2022 12:09

Di balik operasi 'blitzkrieg' mendongkel Suharso Monoarfa

Istana dinilai ikut turun tangan dalam proses pemakzulan Suharso dari kursi Ketum PPP.
swipe

Semangat Masruhan Samsurie kembali meluap begitu "menyaksikan" kursi Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) beralih dari tangan Suharso Monoarfa ke tangan Muhammad Mardiono. Ketua DPW PPP Jawa Tengah ini merasa lengsernya Suharso bikin mesin politik partai berlambang ka'bah itu kembali bergairah. 

"Dengan Plt Ketum Muhammad Mardiono, PPP diharapkan banyak pihak bisa meningkatkan elektabilitas partai ka'bah dan mencapai target di atas 6% pada Pemilu 2024. Harapan ini cukup beralasan karena dengan pergantian Suharso ke Mardiono menumbuhkan sentimen positif, baik di kalangan internal PPP maupun masyarakat," kata Masruhan kepada Alinea.id, Selasa (13/9). 

Mardiono ditunjuk sebagai Plt Ketum PPP dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PPP di Serang, Banten, awal September lalu. Sebelumnya, Mardiono pernah menjabat sebagai Ketua DPW PPP Banten. Pada 2020, ia juga sempat maju menjadi salah satu calon Ketum PPP. 

Terpilihnya Mardiono, kata Masruhan, membawa harapan baru bagi para kader. Pada masa kepemimpinan Suharso, menurut dia, kader-kader PPP di daerah cenderung ogah berkeringat untuk mendongkrak elektabilitas PPP. Komunikasi yang buruk antara Suharso dan kader dituding sebagai salah satu penyebabnya. 

"Kalau ditanya kelemahan, tentu ada. Misalnya, komunikasi dengan pengurus di bawah kurang lancar. Dengan SK pengurus DPC dan DPW (ditentukan) oleh DPP tentu membuka banyak masalah karena ada juga benturan kepentingan bawah dan atas," kata Masruhan tanpa merinci lebih jauh.

Belakangan, tingkat elektabilitas PPP memang terus tergerus. Dalam survei teranyar SMRC yang dirilis awal September lalu, PPP hanya mengantongi elektabilitas 2,7%. Dengan ketentuan ambang batas parlemen sebesar 4%, PPP terancam terpental dari Senayan. 

Masruhan menilai wajar jika elektabilitas PPP merosot. Ia menyebut banyak konstituen loyal PPP yang menyeberang ke partai lain selama masa kepemimpinan Suharso. Itu tak lain disebabkan rentetan konflik yang melanda PPP. 

"Sentimen masyarakat yang semakin negatif dengan PPP itu harus diatasi, termasuk sekalian merosotnya hasil survei, dan (lagi pula) Pak SM (Suharso) masih masuk jajaran elite DPP," kata Masruhan.

Mardiono, kata Masruhan, sudah menginstrusikan seluruh DPW untuk kembali menggaet konstituen PPP yang sempat berpaling ke partai lain. Khusus di Jateng, ia mengklaim, organ-organ partai sudah bergerak untuk mendekati ceruk-ceruk pemilih Nahdlatul Ulama (NU).

"Kami terus bergerak di cabang-cabang menjalin hubungan keberkahan antara kader PPP dengan para ulama dan tokoh cabang NU. Orang-orang PPP bukan lagi warga Nahdliyin pinggiran tapi bagian penting dari gerakan peradaban NU mulai dari dunia pendidikan, ekonomi, sampai budaya," kata Masruhan. 

Meskipun "dikuasai" PDI-Perjuangan dan disebut-sebut sebagai kandang banteng, Jateng juga dikenal sebagai salah satu lumbung suara PPP. Di provinsi ini, PPP terutama memperebutkan suara kaum Nahdliyin dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). 

Masruhan meyakini citra PPP bakal terdongkrak dengan pergantian kepemimpinan dari Suharso ke Mardiono. Seiring dengan itu, ia menyebut PPP perlu "rebranding" untuk membedakan diri dengan partai-partai Islam lainnya. 

"Ada penegasan antara PPP sebagai partai Islam dengan partai lain. Penegasan itu kini menuntut untuk lebih diperjelas, misalnya, tentang ekonomi syariah, pendidikan madrasah dan pesantren, hal-hal yang berkaitan dengan moral sosial," kata Masruhan. 

Mantan Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa. /Foto dok. PPP

Kepemimpinan rapuh 

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Zaki Mubarak menilai gelaran Mukernas PPP di Serang menunjukkan lemahnya kuasa politik Suharso, baik di level elite maupun di akar rumput PPP. Ketika itu, tak satu pun perwakilan DPW PPP yang hadir di Mukernas membela sang ketum. 

"Bisa dibilang Suharso Monoarfa mungkin ketua paling rentan untuk dikudeta. Dia seperti patung kertaslah, rapuh dan mudah disapu oleh lawan politik. SM gagal membangun blok yang solid di PPP sebagai benteng pertahanan," kata Zaki kepada Alinea.id

Proses pemecatan Suharso memang terbilang kilat. Polemik bermula dari pidato Suharso dalam sebuah acara yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pertengahan Agustus lalu. Ketika itu, Suharso mengungkap tradisi kiai meminta amplop kepada dia saat awal menjabat sebagai Ketum PPP. 

Pidato itu memicu kemarahan dari kader PPP dan sejumlah ulama. Buntutnya, Majelis Pertimbangan PPP, Majelis Kehormatan PPP, Majelis Pertimbangan PPP sepakat menandatangani surat untuk mendesak Suharso mengundurkan diri. Namun, desakan itu tidak digubris Suharso. 

Tanpa sosialisasi besar-besaran, Mukernas PPP pun digelar. Ketika gelaran itu berlangsung, Suharso tengah berada di luar negeri guna menjalankan tugas sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 

"Kudeta atas SM ini melibatkan operasi politik yang sangat kilat dan senyap. Saya menyebutnya blitzkrieg sehingga mengagetkan kubu SM. Begitu mendadaknya, hampir tidak ada kesempatan bagi SM dan orang-orangnya mengonsolidasi kekuatan dan melakukan serangan balik," kata Zaki.

Menurut Zaki, Istana juga turut campur tangan dalam proses pemakzulan Suharso. Itu terlihat dari kilatnya surat keputusan (SK) Kementerian Hukum dan HAM yang mengesahkan susunan kepengurusan baru di bawah Mardiono. SK itu dirilis hanya berselang empat hari setelah diajukan kubu Mardiono. 

"Sulit dipercaya jika ini semua gerakan dan manuver internal di PPP. Operasi dari hulu hingga hilir sangat rapi dan sistematis. Operasi menggarap DPC dan DPW tampaknya juga melibatkan semacam operasi intelijen sehingga baunya nyaris tidak tercium," kata Zaki.

Lantas, apa motifnya? Menurut Zaki, pemakzulan Suharso juga berkaitan dengan rencana Koalisi Indonesia Bersatu (KIB)--terdiri dari PPP, Golkar, dan Partai Amanat Nasional (PAN)--mencalonkan Airlangga Hartarto sebagai kandidat presiden di Pilpres 2024. 

Pencalonan Airlangga, kata dia, tak sejalan dengan niat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengusung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai capres. PPP diharapkan hengkang dari koalisi sehingga pencalonan Airlangga terganjal. 

"Semua ketum parpol di KIB ada di kabinet Jokowi. Tidak sulit untuk memainkan. Apalagi, beberapa punya kasus hukum. Majunya GP akan menjadi ancaman serius bagi kekuatan politik besar yang lain. Jadi, sebelum skenario itu berjalan, ditorpedo dulu melalui kudeta di PPP," kata dia. 

Jika digabung, raihan suara Golkar dan PAN hanya 19%. Itu tidak cukup untuk memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden sebesar 20%. "Jadi, kemelut di PPP ini melibatkan ketidakpuasan di internal PPP atas kepemimpinan SM dan operasi politik masif dan terstruktur kekuatan politik besar di luar PPP terkait Pilpres 2024," jelas Zaki.

Terlepas dari itu, menurut Zaki, ada faktor lain yang menyebabkan Suharso terdongkel dari kursi Ketum PPP. Ia menyebut Suharso juga berkongsi dengan mantan Wapres Jusuf Kalla (JK) untuk mencalonkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Pilpres 2024. 

"Bukan rahasia lagi JK merupakan patron lama SM. Jadi, operasi kilat atau blitzkrieg ini juga dilakukan untuk memotong dukungan PPP ke Anies Baswedan (AB). Di bawah kepemimpinan SM, kecondongan untuk ikut mengusung AB memang jelas terlihat,"kata Zaki.

Zaki memandang Suharso terkesan bakal mendukung pencalonan Anies lantaran berharap berkah elektoral jika Anies maju. Apalagi, PPP butuh suntikan elektoral untuk memastikan diri bertahan di Senayan. 

"Tapi, tampaknya Istana tidak berkenan dan tidak memberikan toleransi. Walhasil, kepemimpinan SM di PPP terlihat seperti kerikil dalam sepatu yang sudah sangat mengganggu proyek politik Istana," kata dia. 

Pelaksana tugas Ketua Umum PPP Mardiono menyampaikan SK Kemenkumham terkait kepengurusan PPP yang baru kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari di Gedung KPU, Menteng, Jakarta, September 2022. /Foto Instagram @dpp.ppp

Terbelah lagi? 

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin sepakat kilatnya proses pergantian pucuk pimpinan PPP mengindikasikan rapuhnya kepemimpinan Suharso di akar rumput. Itu gamblang terlihat dari bulatnya suara DPW saat menyepakati pemecatan Suharso dalam Mukernas di Serang. 

"Karena itu recovery itu penting supaya PPP bisa lolos ke Senayan. PPP itu sebenarnya bukan bertumpu pada ketua umum, tapi pada kader, pada pengurusnya untuk berjuang mati-matian untuk bisa eksis dan lolos ke Senayan. Andai ketua umum berganti, ya, tetap saja yang berjuang itu yang di bawah," kata Ujang kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.

Ujang juga menilai ada kolaborasi pemerintah dengan internal PPP dalam pemakzulan Suharso. Pelengseran Suharso, kata dia, merupakan salah satu upaya untuk menggembosi kekuatan politik KIB. 

"Serangan ini cepat sekali. Sebagai buktinya, pemberian SK Kemenkumham terhadap PPP kubu Mardiono itu sangat cepat. Kalau tidak didukung Istana, ya, SK itu tidak akan dikeluarkan. Ini jelas politik klasik kekuasaan," kata Ujang.

Infografik Alinea.id/Bagus Priyo

Lebih jauh, Ujang mengatakan, pemakzulan Suharso bisa berdampak pada soliditas PPP dalam menghadapi Pemilu 2024. Pasalnya, kisruh di PPP sudah berlanjut pada fase pembelahan. "Imbasnya, orang-orang Suharso mulai disingkirkan seperti Tamliha di DPR sebagai konsekuensi pihak yang kalah," kata dia.

Tamliha yang dimaksud Ujang ialah eks Wakil Ketua V DPR RI Syaifullah Tamliha. Pekan lalu, Tamliha dicopot dari posisinya sebagai pimpinan komisi dan digantikan oleh Muhammad Iqbal.

Alinea.id berupaya mengkonfirmasi pergantian itu kepada Tamliha dan Iqbal. Namun, keduanya menolak berkomentar. "Untuk persoalan ini, mungkin lebih tepat bisa ditanyakan langsung ke pengurus harian (PH) DPP saja, ya. Saya tidak masuk di dalam PH DPP," kata Iqbal kepada Alinea.id, Kamis (15/8). 

Sebelumnya, kubu Suharso sempat mewacanakan perlawanan dengan menggugat SK KemenkumHAM. Namun, wacana itu meredup usai pertemuan empat mata antara Suharso dan Mardiono, beberapa hari lalu. Kubu Mardiono menyebut Suharso telah legawa melepas kursi ketum. 

Alinea.id juga telah berupaya mengonfirmasi isu perpecahan di internal PPP kepada Sekjan PPP Arwani Thomafi dan Wasekjen PPP Qonita Luthfiyah. Keduanya juga enggan berkomentar. "Mohon minta info ke yang lain saja," ujar Qonita kepada Alinea.id. 
 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Berita Terkait

Bagikan :
×
cari
bagikan