Desakan untuk menggelar muktamar luar biasa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyeruak di tengah panasnya konflik antara PBNU dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Gagasan itu diserukan pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar, Jombang, Jawa Timur, KH Abdussalam Shohib.
Abdussalam mengaku banyak keluhan pengurus dan warga NU di akar yang resah terhadap arah kepemimpinan PBNU saat ini. Ia membantah wacana mempercepat muktamar PBNU ada kaitannya secara langsung dengan konflik PKB-PBNU.
"Kekecewaan itu antara lain karena seperti ada miss management dalam pengelolaan organisasi, dimulai dari kasus Bendum PBNU yang divonis korupsi, politisasi satu abad NU oleh Menteri BUMN, pemecatan dan pembekuan PCNU," kata Abdussalam seperti dikutip dari Tempo, Jumat (6/9).
Abdussalam alias Gus Salam ialah cicit dari pendiri NU KH Bisri Syansuri. Pada era kepemimpinan Yahya Cholil Stafuq alias Gus Yahya, Abdussalam dipecat sebagai Wakil Ketua PWNU Jawa Timur lantaran menggugat penunjukan ketua dan struktur kepengurusan PCNU Jombang.
"Hari-hari ini kita lihat NU menjadi sumber kegaduhan, konfrontasi fisik maupun verbal. Nalar kritis pada penguasa seakan mati suri, perhatian pada pendidikan dan sosial keagamaan minim,” kata pria yang dikenal akrab dengan Ketum PKB Muhaimin Iskandar itu.
Dalam muktamar di Bali yang digelar Agustus lalu, Muhaimin kembali terpilih sebagai Ketua Umum PKB. Susunan kepengurusan PKB yang baru pun telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM) yang kini dipimpin politikus Gerindra Supratman Andi Agtas.
Namun, hasil muktamar itu digugat eks Sekjen PKB Lukman Edy. Lukman dan sejumlah politikus PKB merencanakan muktamar tandingan. Gagasan itu disambut baik elite-elite PBNU. Serupa dengan Lukman dan kawan-kawan, PBNU berniat mendongkel Cak Imin dari kursi Ketum PKB.
Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Kholidul Adib pesimistis muktamar luar biasa yang digagas Gus Salam bakal terwujud. Menurut dia, wacana muktamar luar biasa PBNU hanya gertakan dari kubu Cak Imin.
"Hampir mirip dengan gertakan orang-orang PBNU dan sejumlah mantan kader PKB yang kemarin hendak mengadakan muktamar PKB tandingan," ucap Kholidul kepada Alinea.id, Jumat (6/9).
Kholidul memandang perang muktamar hanya bagian dari babak baru konflik antara PBNU-PKB. Islah belum tercapai karena keduanya belum benar-benar mau berdamai. Di lain sisi, penguasa juga cenderung membiarkan konflik antara keduanya berlarut-larut.
"Agar PKB dan PBNU tidak bersatu. Kalau PKB dan PBNU bersatu membuat penguasa bisa terganggu atau minimal bargaining PKB dan PBNU semakin kuat karena basis mereka yang besar. Apalagi jika dikaitkan dengan hasil pemilu lalu," ucap Kholidul.
Jika PKB dan PBNU terus berkonflik, menurut Kholidul, maka penguasa bisa mengendalikan PKB dan PBNU lebih mudah. PKB, misalnya, bisa disandera untuk mengikuti kebijakan politik pemerintah dengan isu muktamar tandingan.
"Kepengurusan DPP PKB yang baru, termasuk juga dalam sejumlah pilkada seperti Pilgub DKI, Sumatra Utara dan Jateng di mana PKB harus mengikuti kehendak penguasa yang memang mempunyai target di daerah-daerah tersebut," ucap Kholidul.
Kholidul berpendapat konflik PKB-PBNU bakal mereda dengan sendirinya usai pembagian kue kekuasaan dilakukan Prabowo. Namun, tak tertutup kemungkinan konflik antara keduanya juga membesar hingga memecah belah warga Nahdliyyin.
"Sebab ibarat bom waktu konflik, mereka bisa meledak kapan saja jika menemukan momentumnya. Apalagi jika penguasa ikut memainkan peran," ucap Kholidul.
Analis politik dari Universitas Trunojoyo Madura, Iskandar Dzulkarnain menjelaskan ulama atau kiai NU memiliki dua karakteristik, yakni kiai kultural dan kiai struktural. Selama ini, ada perbedaan antara kiai struktural dan kiai kultural dalam menyikapi posisi PBNU.
Kalangan kiai kultural, kata Iskandar, cenderung memandang PBNU sudah terlalu jauh terlibat dalam politik praktis dan khitah NU. Kiai-kiai NU di daerah, misalnya, kerap dimobilisasi untuk menyokong beragam kebijakan pemerintah.
"PBNU seringkali menjadi perisai bagi kebijakan-kebijakan yang cenderung kurang pro rakyat semakin memperlihatkan politisasi NU. Apalagi ketika NU menjadi organisasi keagamaan pertama yang menerima konsesi tambang oleh pemerintah," ucap Iskandar kepada Alinea.id, Jumat (6/9).
Wacana percepatan muktamar PBNU, menurut Iskandar, merupakan bentuk perlawanan kiai kultural NU kepada PBNU. Ia sepakat desakan itu tidak bisa dilepaskan dari konflik PKB- PBNU.
"Apalagi penggagas percepatan Muktamar PBNU berasal dari Pondok Denanyar yang memiliki kedekatan genetik dengan Cak Imin," ucap Iskandar.
Terlepas dari itu, Iskandar menilai banyak yang diuntungkan dari konflik PKB dan PBNU. Pecahnya suara kaum Nahdliyyin bakal memudahkan intervensi dari pihak luar.
"Konflik ini tidak akan pernah selesai selama konflik individual antara elite PKB dan PBNU ini tidak dimediasi oleh tokoh yang memiliki pengaruh besar dan disegani oleh keduanya," ucap Iskandar.