close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua DPD periode 2014-2019, Oesman Sapta Odang (OSO) gagal menjadi anggota Senator di periode mendatang. / Antara Foto
icon caption
Ketua DPD periode 2014-2019, Oesman Sapta Odang (OSO) gagal menjadi anggota Senator di periode mendatang. / Antara Foto
Politik
Selasa, 01 Oktober 2019 07:34

Dilantik hari ini, PR menumpuk menanti anggota DPD baru

Sebanyak 136 orang akan dilantik sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terpilih dari 34 Daerah Pemilihan (Dapil) hari ini.
swipe

Sebanyak 136 orang akan dilantik sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terpilih dari 34 Daerah Pemilihan (Dapil) di Ruang Sidang Paripurna Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Republik Indonesia Senayan Jakarta, Selasa (1/10).

Nama-nama baru diharapkan dapat bersinergi dengan nama-nama lama yang sudah lebih dulu mengisi ruang sidang di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen RI Jakarta.

"Anggota DPD RI yang benar-benar baru terpilih dan anggota DPD RI yang terpilih kembali untuk dapat saling berkenalan dan berinteraksi, sehingga dapat langsung bekerja dan bersinergi antara anggota yang benar-benar baru dan anggota DPD RI yang terpilih kembali," kata Wakil Ketua DPD periode 2017-2019, Nono Sampono di Jakarta, Senin (30/9).

Anggota DPD paling senior di periode 2019-2024, Sabam Sirait (82) dari Dapil DKI Jakarta akan menjadi pimpinan sidang dalam pembukaan sidang awal DPD pada 1 Oktober hari ini.

Kursi DPD di periode mendatang akan banyak diisi oleh nama-nama baru yang jumlahnya mencapai 92 senator (67,65%). Sisanya 44 orang anggota DPD berstatus petahana (32,35%).

Periode mendatang juga tidak akan ada lagi anggota DPD yang berpartisipasi pada kepengurusan partai politik dikarenakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) melarang hal itu.

Akibat adanya keputusan MK itu, Ketua DPD periode 2014-2019, Oesman Sapta Odang (OSO) gagal menjadi anggota Senator di periode mendatang. Dia harus mengubur harapan untuk bisa kembali menjadi anggota DPD karena menolak untuk melepaskan status pengurus di Partai Hanura.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mendukung adanya keputusan MK tersebut. Dia mengatakan DPD dibentuk untuk memenuhi sistem parlemen dua kamar legislatif (bikameral).

"Yaitu untuk menegakkan prinsip check and balances dalam kedudukan kekuasaan legislatif agar mencegah adanya monopoli satu lembaga dalam pembuatan Undang-Undang," ujarnya.

Ekspektasi masyarakat terhadap DPD sangatlah tinggi. Di level legislatif, DPD mendapat legitimasi paling kuat dari rakyat dalam konteks jumlah pemilih.

Lihat saja jumlah pemilih anggota DPD petahana Oni Suwarman dari Dapil Jawa Barat yang mencapai 4.132.681 suara. Belum ada anggota DPR yang memperoleh suara sebanyak itu di Pemilu serentak 2019. Sebelumnya, Oni pernah menjabat sebagai anggota DPD terpilih 2014-2019 mewakili Dapil Jawa Barat.

Selain Oni, Istri dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas juga memperoleh suara signifikan dalam pemilu 2019 lalu dengan 1.017.686 suara. Ia pun mengungguli 12 calon anggota DPD lain di dapilnya.

Selain meraih suara terbanyak di dapilnya, Ratu Hemas juga menjadi anggota yang paling lama menjabat sebagai senator. Ia menjabat selama empat periode atau sekitar 20 tahun jika dihitung sejak periode pertama (2004) sampai 2024 nanti.

Jika ada anggota DPD yang paling senior, maka ada pula anggota DPD yang paling muda. Namanya adalah Jialyka Maharani (22) yang terpilih dari Dapil Sumatera Selatan.

Perempuan kelahiran 20 September 1997 itu berhasil menjadi senator untuk pertama kalinya setelah mendapatkan 337.954 suara.

Sumatera Selatan menjadi satu-satunya provinsi yang mampu mengantarkan wakil perempuan seluruhnya untuk mengisi kursi DPD.

Sedangkan, provinsi terbanyak nomor dua adalah dari Jawa Tengah dan Maluku dengan wakil perempuan sejumlah tiga orang.

Jumlah kursi DPD yang diisi oleh perempuan periode 2019-2024 nanti berjumlah 42 kursi (30,14%) dari 136 kursi yang tersedia. Jumlah itu meningkat dibandingkan hasil pemilu sebelumnya yaitu hanya 35 kursi (26%).

Kendati meningkat, tidak ada perempuan terpilih sebagai senator di delapan provinsi ini yaitu Provinsi Aceh, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Papua Barat.

Berbeda dengan jumlah keterwakilan perempuan di DPR yang jumlahnya tak sampai 30%. Kursi yang diisi perempuan di DPR hanya sebanyak 117 kursi (20%) dari 575 calon legislatif. Satu-satunya parpol yang berhasil memenuhi kuota 30% perempuan hanya Partai Nasdem yang 19 kursinya diisi perempuan dari 40 kursi yang mereka peroleh di Pemilu 2019.

Jumlah artis nasional yang terpilih sebagai senator berkurang dibanding periode yang lalu. Tercatat nama penyanyi senior, Maya Olivia Rumantir dan komedian, Oni Suwarman yang berhasil kembali menjadi senator DPD dari kalangan artis yang kembali terpilih di masa periode 2019-2024.

Komedian, Sudirman atau juga dikenal dengan nama Haji Uma juga kembali terpilih sebagai anggota senator mewakili Dapil Aceh. Sedangkan, ibu kandung artis Denada, Emillia Contessa gagal menduduki kursi itu lagi setelah pemilihan legislatif 2014 terpilih dari Dapil Jawa Timur.

Hal itu berbanding terbalik dengan anggota DPR. Semakin hari, jumlah artis yang menjadi wajah baru anggota DPR terus bertambah dan kini sudah mencapai lebih dari 10 orang.

Di antaranya terdapat nama-nama penyanyi beken seperti Krisdayanti, Mulan Jameela, Rano Karno, dan Tommy Kurniawan.

Fasilitas menunjang

Anggota DPD dalam kedudukannya sebagai pejabat negara memiliki sejumlah fasilitas yang menunjang kegiatannya sebagai utusan daerah.

"Mereka akan diberikan fasilitas business class pada penerbangan dalam dan luar negeri, serta fasilitas business lounge. Sementara fasilitas ruang tunggu VIP Room Bandara Soekarno Hatta, hanya diperuntukkan bagi pimpinan DPD," kata Sekretaris Jenderal DPD RI, Reydonnyzar Moenek di Kuningan Jakarta.

Selain itu, anggota DPD dan DPR juga memiliki Jaminan Pensiun yang diperoleh seumur hidup yang besarnya Rp3,2 juta.

Anggota legislatif itu juga berhak memiliki Tabungan Hari Tua sekitar Rp15 juta yang dibayarkan sekali saat akhir masa jabatannya. Jumlah itu didapat dari jumlah iuran yang dibayarkan para anggota DPD kala dia menjabat sebesar Rp98.000 setiap bulan.

Anggota DPD yang diberhentikan sementara karena menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun atau menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus, berhak mendapatkan hak keuangan yang meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, tunjangan jabatan, dan uang paket.

Namun berbeda dengan DPR, anggota DPD berhak untuk menempati kantor di daerah pemilihannya, serta berhak memiliki mobil dinas.

Wakil Ketua DPD periode 2004-2009 dan 2009-2014 Laode Ida buka-bukaan sejumlah fasilitas yang didapatnya selama masih menjabat.

"Fasilitas itu kan rumah dinas, mobil dinas," kata Laode di Jakarta.

Mobil dinas yang diberikan juga termasuk dengan pengawalan serta sopir. Sementara rumah dinas berada di kawasan strategis, lengkap dengan isinya.

"Kalau anggota DPD (tidak dapat rumah dinas), itu ada kompensasi pembayaran perumahan," kata pria yang kini menjabat Komisioner Ombudsman itu.

Sementara ketika mengembalikan mobil dinasnya dulu karena dinilai terlalu mewah, tercatat harga mobil dinasnya senilai Rp1,3 miliar.

"Saya tidak ingin menjadi penikmat kemewahan di tengah banyaknya persoalan yang dihadapi masyarakat," katanya kepada pers.

Mengatasi hambatan

Keberadaan DPD masih belum dikenal masyarakat. Masyarakat mengenal lembaga ini justru ketika ribut-ribut soal jabatan Ketua DPD. Selain itu, DPD juga kerap tak diperhatikan suaranya apalagi ketika berhadapan dengan DPR.

Lemahnya daya tawar posisi DPD dalam legislatif harus dilawan lewat porsinya nanti dalam kepemimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat berdasarkan revisi UU MPR/DPR/DPD/DPRD (MD3) yang baru disahkan.

Porsi kepimpinan MPR, berdasarkan tata tertib akan menjadi 10 orang. DPD harus bisa memiliki wakil yang seimbang dengan anggota DPR.

Namun sebelum itu, sumbatan yang DPD alami dalam membuat undang-undang agar menghasilkan produk legislasi berkualitas tampaknya harus terlebih dahulu diatasi.

Untuk itu, diperlukan realisasi penataan kelembagaan DPD untuk mencapai kondisi ideal dengan mempertimbangkan sejumlah langkah strategis, pertama, konsistensi atas amanat konstitusi.

"DPD sebagai perwakilan daerah semestinya memainkan peranan strategis dalam sistem dua kamar (bikameral sistem) bukan hanya semata menjadi utusan daerah," ujar Pangi.

DPD harus mampu menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan daerah di tingkat pusat dan melahirkan produk undang-undang bersama dengan DPR.

Kedua, perluasan kewenangan, sebagai perwakilan daerah, DPD seharusnya bukan hanya dilibatkan dalam urusan dalam lingkup terkecil yang berkaitan dengan isu-isu kedaerahan, melainkan benar-benar dilibatkan secara penuh dalam mekanisme pembahasan undang-undang secara berlapis.

Ia menjelaskan bahwa mekanisme itu akan menghasilkan produk undang-undang yang lebih berkualitas dengan legitimasi yang sangat kuat.

Ketiga, kepemimpinan di DPD juga harus mempunyai pengaruh yang kuat dalam membawa arah DPD apalagi dalam tarik-menarik kepentingan dalam pusaran politik nasional.

"Kepemimpinan harus punya karakter kuat, punya narasi, komunikatif, memiliki integritas, diterima di semua level, dapat menjadi solidarity maker, sosok negarawan yang mendahulukan kepentingan nasional ketimbang syahwat politik pribadi," kata Pangi.

Wakil Ketua MPR Mahyudin juga mendukung upaya penguatan kelembagaan DPD, salah satunya adalah pelibatan institusi tersebut dalam membahas dan menyetujui rancangan undang-undang (RUU) terkait kepentingan daerah.

"Kewenangan DPD diatur dalam UUD 1945 khususnya pasal 22D, yaitu ikut serta memberikan pertimbangan kepada DPR RI dalam pembuatan UU. Ke depannya harus benar-benar membahas dan menyetujui RUU yang berkaitan dengan kepentingan daerah," kata Mahyudin di Kompleks Parlemen Jakarta.

Langkah penguatan itu, menurut dia, agar DPD RI punya kewenangan yang cukup untuk memperjuangkan daerah yang diwakilinya misalnya terkait pemekaran daerah, otonomi daerah, dan dana desa.

Ia menambahkan DPD seharusnya tidak hanya memberikan pertimbangan saja terkait RUU yang berkaitan dengan kepentingan daerah itu, sedangkan proses pembahasannya ada di DPR.

Mahyudin mengatakan terkait wacana penguatan DPD itu belum masuk rekomendasi Badan Kajian MPR untuk melakukan amendemen UUD 1945 terkait kewenangan DPD.

Dia menjelaskan, usulan amendemen UUD 1945 hanya terkait Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Dalam UUD 1945 pasal 22D ayat (1) disebutkan DPD dapat mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Selain itu, dalam UUD 1945 pasal 22D ayat (2) disebutkan DPD RI ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama. (Ant)

img
Sukirno
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan