Setelah diberhentikan secara tidak hormat dari jabatan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Evi Novida Ginting Manik mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Mantan Komisioner KPU itu didampingi 7 orang kuasa hukumnya yang menamakan diri Tim Advokasi Penegak Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Evi menyatakan menolak keputusan sidang kode etik yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP), Rabu (18/3/2020).
"Saya mendaftarkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Gugatan saya tercatat Nomor 82/G/2020/PTUN.JKT," kata Evi di Jakarta, Sabtu (18/9).
Evi berharap PTUN mengabulkan gugatannya dengan membatalkan Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 34/P Tahun 2020. Keppres tersebut merujuk dari keputusan sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu DKPP 317/2019.
Bila dikabulkan PTUN, Presiden RI Joko Widodo bisa mencabut keputusan pemberhentian Evi yang diterbitkan pada 23 Maret 2020 lalu itu.
Menurut Evi, putusan PTUN tersebut nantinya bisa merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukannya sebagai Anggota KPU masa jabatan 2017-2022 seperti semula.
Sebelumnya, Evi membeberkan setidaknya ada tiga kecacatan hukum dari keputusan DKPP tersebut, yakni:
Pertama, DKPP tetap melanjutkan persidangan dan mengambil keputusan atas aduan dugaan pelanggaran kode etik, padahal pengadu sudah mencabut aduannya.
Kedua, Tindakan DKPP tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 155 ayat 2 Undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. UU tersebut mengatur DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutus aduan laporan dugaan pelanggaran etik penyelenggara pemilu.
DKPP dinilai belum mendengar pembelaan dari Evi Novida selaku teradu, sebelum mengambil keputusan berupa sanksi pemberhentian secara tetap. Hal ini dinilai bertentangan dengan Pasal 38 ayat 2 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur pemberhentian. Dalam pasal tersebut tertulis Anggota KPU harus diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan DKPP.
"Ketiga, dalam memutuskan, DKPP tidak melaksanakan pasal 36 ayat 2 peraturan DKPP Nomor 2 tahun 2019 yang mewajibkan rapat pleno pengambilan putusan dihadiri oleh 5 orang anggota, kenyataannya pleno hanya dihadiri oleh 4 orang anggota DKPP," pungkasnya.
Diketahui, hasil sidang kode etik DKPP menyatakan Evi telah terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu, ihwal kasus perolehan suara calon legislatif (caleg) Partai Gerindra untuk daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Barat 6.
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu VII, Evi Novida Ginting Manik selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia sejak putusan ini dibacakan," Ketua Plt Ketua DKPP, Prof. Muhammad didampingi oleh tiga Anggota DKPP bertindak sebagai anggota majelis, yaitu Dr. Alfitra Salamm, Prof. Teguh Prasetyo dan Dr. Ida Budhiati, di Jakarta, Rabu (18/3).
Tak hanya Evi, DKPP juga memberi peringatan keras terakhir kepada Teradu I Arief Budiman selaku Ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia. (Ant)