Aksi demonstrasi mahasiswa atau yang dikenal aksi 11 April 2022 di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, diwarnai kasus penyerangan terhadap pegiat media sosial Ade Armando. Mahasiswa berhasil menyampaikan aspirasnya sebelum insiden penyerangan terhadap Ade yang memicu terjadinya kericuhan.
Mantan Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia, Dipo Alam, berpendapat, gerakan mahasiswa saat ini lebih genuine, jujur, dan jernih. Kata dia, gerakan mahasiswa patut didoakan oleh semua warga masyarakat yang peduli terhadap perbaikan Indonesia ke depan.
"Agar berlangsung dengan selamat dan tanpa disertai penangkapan-penangkapan seperti yang dialami oleh generasi 1974, 1977 dan 1978," ujar Dipo Alam dalam sebuah diskusi pada Rabu (13/4) malam.
Kendati demikian, Dipo mengatakan gerakan mahasiswa perlu waspada. Sejak dulu akan selalu ada pihak-pihak yang akan mendompleng dan mengambil keuntungan dari aksi tersebut.
"Gerakan mahasiswa yang genuine harus berhati-hati terhadap para pendompleng, yang akan mengkhianati gerakan karena tergiur materi dan jabatan/fasilitas. KKN sesungguhnya tidak hanya seputar korupsi, kolusi, dan nepotisme karena yang terjadi saat ini lebih parah, yakni kroniisme oligarki yang tidak ada habisnya dan harus diberantas," katanya.
Menurut dia, gerakan mahasiswa menentang wacana perpanjangan jabatan presiden dan penundaan Pemilu 2024 patut didukung. Fungsi agen perubahan dan gerakan moral harus terus dikedepankan, terutama untuk mencegah makin meningkatnya iklim ketakutan berpendapat di tengah masyarakat.
"Survei Indikator mencatat sekitar 65% warga masyarakat sekarang takut berpendapat, itu menunjukkan kualitas demokrasi yang semakin memudar di Indonesia," beber Dipo Alam.
Dia menambahkan, sejak dulu mahasiswa memang figur terdidik yang tidak takut berpendapat, terlihat dari rekam jejak sejarah pada angkatan pra-kemerdekaan Hindia Belanda, generasi Rotterdam para bapak pendiri bangsa (founding father) terdidik dan seterusnya.
Saat ini, sambung Dipo, gerakan mahasiswa di antaranya harus fokus pada perjuangan meningkatkan kualitas demokrasi dan kontrol terhadap kekuasaan seperti yang disitir oleh filsuf Antonio Gramschi bahwa kekuasaan perlu diawasi dan dikontrol.
"Itulah perlunya trias politica pada mekanisme demokrasi," pungkasnya.