Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Doni Monardo, mengaku sempat kesulitan mendapat sejumlah alat pendeteksi virus, terkhusus reagen saat awal pandemi melanda dunia. Dia mengklaim, negara seluruh dunia memperebutkan alat pedeteksi virus yang kini dalam sorotan Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut.
"Kita harus berebut dengan beberapa negara. Terutama negara yang berasal dari (benua) Eropa dan Amerika," kata Doni, dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, yang disiarkan secara virtual, Senin (15/3).
Doni merasa, kondisi penanganan pandemi semakin sulit lantaran produk reagen saat itu, diklaimnya hanya berasal dari dua negara, yakni China dan Korea Selatan.
"Alhamdulillah, kerja sama dengan kedubes kita di China dan Korea Selatan bisa membantu pemerintah. Sehingga ketika kita kehabisan stok reagen, kita dengan mudah bisa mendapatkan reagen dari China dan Korea Selatan," tutur dia.
Belakangan ini, pengadaan alat pendeteksi reagen dalam sorotan publik. Berdasarkan laporan Klub Jurnalis Investigasi (KJI) sejumlah reagen yang diberikan BNPB diretur oleh beberapa laboratorium rujukan.
Indonesia Corruption Watch (ICW), dalam kajiannya mencatat, sebanyak 498.644 reagen diretur 78 rumah sakit dan laboratorium dari 29 provinsi, pada medio Juli hingga September 2020. Ada enam merek reagen yang diretur, yakni Intron sebanyak 1.000 unit, Wizprep 10.000 unit, Seggenne 300 unit, Liveriver 2.825 unit, Kogene 700 unit, dan Sansure 482.819 unit.
"Potensi kerugian pengembalian barang ini sebesar Rp169,1 miliar. Paling besar jenis barang reagen RNA, 99% yang dikembalikan," kata peneliti ICW Wana Alamsyah, ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (12/3).