close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anggota Satpol PP Kota Bogor membawa papan informasi dalam razia operasi kepatuhan Pembatasan Sosial Berskala Besar di jalan Suryakencana, Kota Bogor, Jawa Barat Minggu (3/5)/Foto Antara/Arif Firmansyah.
icon caption
Anggota Satpol PP Kota Bogor membawa papan informasi dalam razia operasi kepatuhan Pembatasan Sosial Berskala Besar di jalan Suryakencana, Kota Bogor, Jawa Barat Minggu (3/5)/Foto Antara/Arif Firmansyah.
Politik
Kamis, 17 Desember 2020 15:03

Doni Monardo blak-blakan soal kelemahan UU Kekarantinaan Kesehatan

Beban pemerintah pusat dalam pelaksanaan karantina wilayah dirasa berat.
swipe

Ketua Satgas Penanganan Covid-19, Doni Monardo merasa terdapat kekurangan dalam sejumlah aturan di Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, di antaranya terkait mitigasi. Doni merasa pelaksanaan pencegahan dalam karantina wilayah tidak diatur detail pada UU tersebut.

Diketahui, pada Pasal 49 regulasi itu menerangkan terdapat empat hal penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di wilayah pada situasi kedaruratan kesehatan. Pertama, karantina wilayah, kedua karantina rumah sakit, ketiga karantina wilayah, dan pembatasan sosial berskala besar.

"Tetapi, pada fatwa berikutnya belum ada penjelasan yang lebih detail tentang bagaimana upaya kita untuk menangani pencegahannya. Seperti halnya, kapan kekarantiaan itu diberlakukan," ujar Doni, dalam peluncuran "Buku Putih Penanganan COVID-19 di Indonesia," yang disiarkan secara virtual, Kamis (17/12).

Doni merasa beban pemerintah pusat dalam pelaksanaan karantina wilayah juga terbilang berat. Setidaknya, kegelisahan Doni tergambar pada Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Dalam diktum itu disebutkan bawa selama dalam karantina wilayah, kebutuhan dasar hidup orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

"Nah, inilah mungkin yang akan bencana ketika kita harus ikut serta bertanggungjawab mengurusi makanan ternak," tutur dia.

Untuk itu, Doni mengusulkan agar Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) dapat merevisi regulasi itu.

"Semoga, usulan ini bisa diterima Bu Netty sebagai ketua tim penyusun Buku Putih. Sehingga kelak kita menghadapi kasus serupa maka kita akan bisa lebih baik lagi dalam penanganannya," pungkas Doni.

Sebelumnya di forum yang sama, Doni Monardo menyarankan kepada Komisi IX DPR RI F-PKS untuk dapat mengajukan Revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Karantinaan Kesehatan.

"Usul saya disini adalah, perlunya ada revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Karena mungkin ketika UU ini dibuat, pengalaman kita belum cukup," ujarnya.

Menurutnya, revisi regulasi itu dapat berkaca pada pengalaman penanganan pandemi Covid-19 yang sudah berjalan sekitar sembilan bulan ini. Terlebih, revisi itu dinilai akan mempermudah kerja kebijakan dalam menangani pandemi di Indonesia.

"Karena didukung oleh regulasi, didukung oleh payung hukum untuk melakukan tanggung jawabnya," tutur dia.

Di samping itu, Doni menilai, revisi juga ditujukan agar Indonesia dapat lebih siap ketika terdapat bencana non-alam seperti wabah.

"Ketika kasus serupa, kita sudah dapatkan konsep yang lebih baik antara peran pusat san juga peran daerah, tentu juga didukung oleh semua komponen bangsa lainnya termasuk TNI, Polri dan tokoh daerah," jelasnya.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan