DPR cecar Risma soal data bansos: Kalau sudah meninggal ya hapus!
Menteri Sosial (Mesos) Tri Rismaharini (Risma) dicecar mengenai kebijakan 'menidurkan' 21 juta data ganda penerima bantuan sosial (bansos). Beberapa anggota DPR sepertinya tidak puas dengan penjelasan Risma karena masih menemukan penyaluran bansos yang tak sesuai dalam dua bulan terakhir, meski Kemensos sudah menonaktifkan 21 juta data ganda tersebut.
"Sekarang saya ingin tanya kepada Ibu ini, harus dijelaskan rinci, yang dobel itu data yang mana?. Kalau memang dobel, ya dihapus Bu, jangan ditidurkan. Kalau ditidurkan artinya dia bisa bangun lagi Bu. Kalau yang sudah meninggal ya hapus," kata Rudi Rudi Hartono, anggota Komisi VIII dari Fraksi Nasdem dalam rapat kerja bersama Mensos Risma, Senayan, Kamis (3/6).
Menurut Rudi, data yang harus dinonaktifkan ialah penerima ganda bansos. Sebab, jika tidak 'ditidurkan' maka berdampak banyak uang yang dikeluarkan karena kesalahan data. "Ini sudah lama, Bu. Kalau saya mau memberi masukan, ini salahnya juga di tingkat desa, kecamatan. Bukan di tingkat kita ini, Bu. Mereka memberi data asal seenaknya saja. Asal saudara, family, kawan, masukan. Dia kirim ke kabupaten/kota dan kita input. Akhirnya jadi begini kan, Bu," lanjutnya.
Menjawab itu, Risma menjelaskan bahwa temuan data ganda merupakan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2020. Adapun jumlah Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) saat itu sebanyak 190 juta.
"Data awal itu di DTKS ada 190 juta, kami tidak merubah sama sekali. Saya hanya melihat data di DTKS. Karena ditemukanlah oleh BPKP terdapat 3,8 juta sekian data NIK (Nomor Induk Kependudukan) penerima bansos yang tidak valid. Kemudian terdapat 41.985 duplikasi data KPM dengan nama dan NIK sama. Temuan BPKP, terdapat data NIK tidak valid, sebanyak 10.900.000 sekian. Nomor KK tidak valid sebanyak 16 juta sekian," kata Risma.
"Itu (temuan) BPKP, BPK itu itu PKH (program keluarga harapan) atau keseluruhan?," sela Ketua Komisi VIII Yandri Susanto.
"Itu data forensik, temuan tahun 2020. Setiap pencairan ada forensik. Penerima dikaitakan dengan data NIK, akhirnya ditemukan seperti data yang saya temukan," jawab Risma.
"Nah kita tidurkan, siapa yang penerima nantinya?," tanya Yandri kembali.
'Perang' soal data bansos kembali berlanjut. Giliran anggota Komisi VIII dari Fraksi PKB, Marwan Dasopang yang kurang puas dengan jawaban Risma. "Yang kita pertanyakan, Ibu sudah tidurkan 21 juta, kita tidak tahu 21 juta itu data mana?. Yang kita urus Bu, karena anggarannya kita setujui, 10 juta PKH, 18,5 juta BPNT, 9 juta BST. Tapi Ibu salurkan ini, April dan Mei Ibu masih salurkan," kata Marwan.
Menjawab Marwan, Risma kemudian menjelaskan proses pemadanan data tersebut. "Jadi data kondisi awal itu 190 juta di DTKS. Nah, kemudian data BPNT di dalam DTKS yang 190 juta itu ada 19 juta, ada penerima BST 10.900.000 sekian, ada PKH itu 56 juta sekian. Kemudian di situ saya gabungkan. Ada 40 data di Kemensos. Ada data BPNT, PKH, BST. Sendiri-sendiri datanya, tidak konek. Nah, yang diterima usulan dari daerah itu ke DTKS, tidak konek dengan BPNT, PKH dan BST. Kemudian saya masuk (jadi Menteri Sosial), saya jadikan satu. Setelah itu kami padankan dengan NIK Dukcapil, dari situlah ketemu kami. Jadi yang terima sekarang, new DTKS, itu masih yang kita forensik, karena tidak padan," jawab Risma.
"Itu terima?," tanya Yandri menimpali.
"Enggak," jawab Risma.
Marwan Dasopang kembali mencecar Risma lantaran kurang puas. Ia mengku mendukung pembersihan data ganda. "Tapi, kita ini salah paham, masyarakat juga salah paham. Karena yang kita urus sesungguhnya 10 juta PKH, 18,5 BPNT. Tapi sebetulnya penerima BPNT penerima PKH lho. Artinya tambahan hanya 6,5 juta, jadi 18,5 juta. Tambah 9 juta. Jadi 26 juta. Tapi ibu ketemukan 21 juta," sela Marwan
"Bukan, Pak. Di luar itu," jawab Risma.
"Lho kita nggak tahu Bu," ujar Marwan.
Menengahi itu, Maman Imanul Haq dari Frakis PKB mengatakan bahwa niat baik saja tidak cukup untuk mengelola negara. Menurutnya, Risma harus menjelaskan sumber 21 data yang ditidurkan dengan data penerima yang disepakati Kemensos bersama DPR, termasuk data yang telah dilaporkan ke Komisi VIII.
"Jadi begini Bu, kalau mengelola negara tidak cukup niat baik. Niat baik Ibu kami dukung, tapi sekali lagi menuju good governence tidak sekedar niat baik, ada kepatuhan kita dengan konsitusi, manajerial yang bagus. Pertama, kita setujui dulu bahwa ada rapat dimana DPR menyetujui soal 34 juta keluarga. Lalu ada data yang dilaporkan Kemensos ke DPR. Nah dari yang disepkati dan dilaporkan itu menimbulkan pertanyaan bagi kami," kata Maman.
Maman kemudian memperyakan kenapa data DTKS yang dinonaktifkan tersebut tidak berpengaruh terhadap penyaluran selama dua bulan terakhir. "Maka pertanyannya, data DTKS yang diidurkan itu data dari mana? Tidak perlu dari data DTKS keseluruhan. Kita ngomong data ini saja, data yan disepkati DPR dan yan dilaporkan. Kedua, kenapa data yang ditidurkan Ibu tidak mengurangi realisasi bantuan?" tanya Maman.
Sebelumnya, pemerintah menonaktifkan sedikitnya 21 juta data penerima bantuan sosial (bansos) karena berstatus ganda. Langkah ini ditempuh guna memperbaiki pendataan agar distribusi bansos lebih akurat.
"Karena ada 21 juta yang kita 'tidurkan', kami meminta daerah-daerah untuk melakukan usulan tambahan, untuk bisa kita tampung dan kita berikan bantuan," ujar Menteri Sosial, Tri Rismaharini, dalam konferensi pers usai rapat koordinasi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (30/4).