Sejak awal 1980-an, terdapat keinginan dari para ahli hukum pidana untuk merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Maklum, kitab yang menjadi rujukan pemidanaan itu telah digunakan sejak tahun 1918, hingga kini.
Anggota Komisi III DPR, Taufiqulhadi mengungkapkan, saat ini pihaknya tengah berupaya merevisi aturan warisan pemerintah kolonial tersebut. Salah satu pasal yang menjadi pembahsan ialah Pasal 292 KUHP yang mengatur tentang pencabulan. Taufiq menegaskan akan memperluas cakupan pemidanaannya untuk menjerat kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Sebelumnya, dalam pasal tersebut perilaku homoseksual bisa dipidana ketika seorang dewasa mencabuli anak di bawah umur. Sedangkan perilaku seks sesama jenis untuk sesama pria atau perempuan dewasa tak dapat dijerat pidana.
"Persoalan undang-undang LGBT itu akan masuk ke dalam RUKHP pasal pencabulan. Pencabulan itu akan dipidana," ujar Taufiq saat berbincang dengan Alinea, Selasa (23/1).
Tak hanya itu, politikus Partai Nasdem itu menambahkan, pihaknya juga mempertimbangkan konteks budaya Indonesia dalam revisi KUHP. Rencananya, panitia kerja (Panja) RUU KUHP akan menggelar rapat pada 29 Januari mendatang.
Sementara itu, guru besar hukum pidana Universitas Soedirman (Unsoed), Profesor Hibnu Nugroho menilai RUU KUHP sudah berada di jalur yang benar. Bahkan, ia memprediksi aturan tersebut bisa bermanfaat untuk membentuk generasi penerus bangsa yang menjunjung tinggi nilai moral agama dan kehidupan.
"Bangsa Indonesia itu kan bangsa ketimuran, bangsa yang mengedepankan kepantasan dan etika moral. Memang kalau yang kita kaju, apa yang dirumuskan itu pendekatan moral dan etika, kebiasaan yang harus dijauhi masyarakat Indonesia," terang Hibnu kepada Aliena.