Anggota Komisi XI DPR, Achmad Hafisz Tohir menyebut, rencana kenaikan BBM bersubsidi khsususnya pertalite dan sola berpotensi memukul para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Hafisz menyayangkan rencana kenaikan BBM bersubsidi ini. Padahal, kata dia, masyarakat tengah beradaptasi dengan pemulihan ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir.
"Harusnya meringankan beban rakyat, caranya mengendalikan harga BBM untuk rakyat. Dengan kata lain, memberikan tambahan subsidi BBM untuk rakyat miskin sebesar Rp11,2 trilun," ujar Hafisz kepada wartawan, Kamis (1/9).
Menurut Hafisz, pemerintah harus berani melakukan terobosan untuk menekan inflasi. Setidaknya harga pangan bisa terkontrol dan tidak melambung tinggi.
Selain itu, pemerintah mestinya fokus pada pembenahan sektor pangan. Ini dipandang lebih konkret ketimbang menaikkan harga BBM.
"Fokus kepada ketahanan pangan karena dunia akan mengarah ke sana pasti. Jangan belok-belok bicara pensiunan menjadi beban negara, itu menyakitkan orang tua kita semua," katanya.
Hafisz menambahkan, agar pertumbuhan ekonomi nasional tidak terganggu, pemerintah perlu menyusun langkah-langkah strategis, salah satunya dengan mengurangi impor dan memperkuat ekspor. Menurutnya, langkah sederhana ini bisa mengurangi tekanan inflasi agar nilai rupiah tidak ambruk.
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR Mulyanto, mengapresiasi keputusan Pertamina yang menurunkan tiga jenis BBM umum nonsubsidi yakni pertamax turbo, dexlite dan pertamina Dex, Rabu (31/8) malam.
Menurutnya, keputusan ini sangat baik, karena sejauh pengamatannya Pertamina belum pernah menurunkan harga BBM umum nonsubsidi seperti ini.
Menurut Mulyanto, alih-alih menaikkan harga BBM bersubsidi, Pertamina malah menurunkan harga ketiga jenis BBM di atas. Padahal ketiga jenis BBM umum tersebut baru saja naik pada awal Agustus 2022.
Pertamina berdalih keputusan tersebut untuk mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM terkait formula harga dasar BBM umum. Artinya, kata Mulyanto, penurunan harga minyak dunia sejak Juni 2022 mulai membawa angin segar bagi Indonesia.
"Saya rasa ini keputusan yang tepat karena harga minyak dunia terus turun sejak bulan Juni 2022 lalu, dari semula yang harganya mencapai USD 120 per barel menjadi mendekati harga sebesar USD 90 per barel," jelas Mulyanto, Kamis (1/9).
Karenanya, lanjut Mulyanto, logika yang sama bisa berlaku untuk BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar. Kedua jenis BBM ini tidak memiliki urgensi untuk dinaikkan di tengah menurunnya harga minyak dunia.
"Selain itu tambahnya sekarang ini adalah momentum yang tepat bagi Pemerintah untuk menata secara struktural persoalan distribusi BBM bersubsidi agar semakin tepat sasaran," katanya.
Menurut Mulyanto pelarangan penggunaan BBM bersubsidi kepada pengguna mobil mewah tetap penting, agar anggaran negara semakin efisien dan pemberian subsidi BBM benar-benar memenuhi rasa keadilan, yakni hanya diberikan untuk masyarakat yang tidak mampu.