Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Jansen Sitindaon menyatakan koalisi Prabowo-Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) akan menjadi pasangan calon yang saling melengkapi.
Terlebih, sosok AHY diyakininya bisa membantu Prabowo dalam merebut hati suara kaum milenial. Di lain sisi, AHY memiliki elektabilitas tertinggi dibanding calon-calon lainnya.
Jansen menegaskan, bergabungnya Gerindra dan Demokrat bisa menyelesaikan persoalan utama yaitu persyaratan ambang batas pencalonan (presidential threshold atau PT).
"Secara sederhana bersatunya Prabowo-AHY bisa mengatasi syarat presidential threshold, yaitu 20%. AHY juga merupakan seseorang yang paling potensial menduduki posisi cawapres," tegas Jansen kepada Alinea.id melalui telepon, minggu (8/7).
Sehingga jika Gerindra dan Demokrat bersatu, maka biaya logistiknya akan menjadi murah. Sebab, saat ini permasalahan yang dihadapi Prabowo adalah logistik.
"Bersatunya Gerindra-Demokrat akan membuat 'low cost, hight perfomance'. Sebab tidak perlu lagi mengeluarkan uang mahar, karena suara Demokrat dan Gerindra sudah di atas PT," tegasnya.
Jansen melanjutkan, Prabowo-AHY memiliki popularitas yang tinggi sehingga biaya yang dikeluarkan untuk menarik popularitas akan sangat minim.
Alasan lainnya, Demokrat dan Gerindra merupakan partai yang telah memiliki struktur hingga tingkat desa di seluruh Indonesia.
"Sedangkan dari masa ke masa kita ketahui, salah satu biaya logistik paling tinggi yaitu saksi dari TPS. Bergabungnya Demokrat dan Gerindra akan meminimalisir pengeluaran untuk itu," jelasnya.
Jansen meyakini, sosok AHY sangat penting untuk mendampingi Prabowo, sebab pada tahun 2019, pemilih terbesar ada pada kalangan anak muda atau kaum milenial. Apalagi, gap suara kaum muda kepada Prabowo jauh sekali.
"Sehingga, AHY sangat tepat bagi Prabowo agar membantu mendongkrak suara dari kaum milenial," jelasnya.
Perumpamaan Prabowo-AHY dalam Pilgub Jatim
Jansen menyatakan, duet Prabowo-AHY ini ibarat pemilihan gubernur di Jatim. "Prabowo hampir sama seperti Khofifah. Sudah 2 kali berkontestasi dan 2 kali juga kalah," jelasnya.
Dalam dua kali pertarungan tersebut Khofifah selalu berlawanan dengan calon yang didukung SBY. Serupa dengan Prabowo yang juga mengalami dua kali kekalahan sebab tidak pernah didukung bahkan jadi penantang SBY.
"Dan hasilnya, dua kali Prabowo kalah!," pungkasnya.
Pada kontestasi ketiga dalam Pilgub Jatim, Khofifah akhirnya berhasil mengungguli lawan politiknya dan menjadi gubernur Jatim karena didukung SBY.
"Sepertinya Prabowo juga akan bisa menjadi presiden pada Pilpres ketiga kalinya, jika SBY mendukung," jelasnya.
Jansen mengibaratkan SBY seperti 'puzzle' yang hilang bagi kedua tokoh tersebut.
Selain itu, Khofifah dan Prabowo dianggap memiliki kemiripan dalam persoalan memilih wakil presiden.
Jansen menjelaskan, wakil yang digandeng sebelumnya belum mampu hadir sebagai 'vote getters' atau pendulang suara yang berakibat tidak memiliki efek kejut. Selain itu, segmen pemilihnya juga tidak jelas.
"Kalau dianalogikan, AHY punya kesamaan dengan Emil di sisi ini. Sama-sama memiliki basis pemilih milenial, anak muda mayoritas di Pilpres 2019 mendatang," akunya.
Langkah Tepat Prabowo
Jansen menilai, langkah Prabowo dan Gerindra beberapa waktu belakangan ini tepat. Dengan melibatkan masyarakat secara langsung dalam penggalangan dana. Itu disebutnya bisa menjadi alat ukur sejauh mana antusiasme dan dukungan masyarakat kepada ketua umum Partai Gerindra tersebut.
"Sekaligus bisa juga sebagai pembanding untuk mengukur betul tidaknya dukungan terhadap Prabowo di dalam berbagai survei belakangan ini, yang angkanya agak anomali ditengah anjloknya elektibilitas petahana," tegasnya.
Upaya menggalang dukungan tersebut diyakini akan membuat masyarakat bersimpatik dengan Prabowo.