close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi kotak suara pemilu. Alinea.id/Marzuki Darmawan
icon caption
Ilustrasi kotak suara pemilu. Alinea.id/Marzuki Darmawan
Politik
Kamis, 05 Desember 2024 16:10

Dugaan pelanggaran netralitas “partai cokelat” di Pilkada 2024

Dugaan cawe-cawe aparat kepolisian itu disampaikan Ketua DPP PDI-P bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif, Deddy Yevri Sitorus.
swipe

Ketua DPP PDI-P bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif, Deddy Yevri Sitorus menduga ada keterlibatan aparat kepolisian pada pemenangan beberapa calon kepala daerah di Pilkada 2024. Dalam konferensi pers di DPP PDI-P, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (28/11), seperti dilansir dari Tempo.co, Deddy mengatakan, oknum-oknum kepolisian menjadi perusak demokrasi, yang dilabeli sebagai “partai cokelat”.

Walau demikian, dia tak membeberkan spesifik temuan kecurangan di pilkada yang diduga melibatkan personel kepolisian.

Sebelumnya, dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (11/11), Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengatakan, sudah menindak empat oknum anggota kepolisian yang melanggar netralitas Pilkada 2024. Dia menuturkan, empat oknum itu terdiri dari dua anggota di Polda Sulawesi Utara dan dua anggota di Polda Sulawesi Selatan. Dia pun sudah berkali-kali mengingatkan anggotanya supaya tak ikut politik praktis dan bersikap netral dalam pilkada.

Di sisi lain, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengungkap 1.500 laporan dugaan pelanggaran selama Pilkada 2024, termasuk ketidaknetralan aparat kepolisian, aparatur sipil negara (ASN), dan praktik politik uang.

“Dugaan ketidaknetralan kepolisian memang ada, laporannya masuk, dan sedang berproses,” ujar anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, saat ditemui Alinea.id di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (3/12).

Menanggapi isu keterlibatan partai cokelat dalam pilkada, Lolly mengaku, Bawaslu tidak dapat menindaklanjuti rumor itu. “Tudingan ini di luar domain Bawaslu, kecuali ada laporan yang masuk,” kata Lolly.

Meski begitu, Lolly mengingatkan, ketidaknetralan aparat kepolisian merupakan pelanggaran serius, yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Pasal 70 dan 71 beleid tersebut melarang keterlibatan anggota TNI, Polri, dan ASN dalam mendukung pasangan calon kepala daerah. Pelanggaran terhadap ketentuan ini bisa dikenakan sanksi pidana, berdasarkan pasal 188 undang-undang itu.

“Ada saja yang mencoba melanggar aturan. Meskipun sudah dicegah, tetap ada yang nakal,” tutur Lolly.

Menurut pegiat pemilu Anik Sholihatun, ketentuan netralitas aparat diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 136/PUU/XXII/2024, yang menegaskan, anggota TNI dan Polri harus netral.

"Jika melanggar, sanksi pidana berdasarkan Pasal 188 UU Pilkada tetap dapat dikenakan,” tutur Anik di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Rabu (4/11).

Selain dugaan ketidaknetralan aparat, praktik politik uang juga semakin canggih dengan memanfaatkan dompet digital dan skema pasar murah terselubung.

Menurut Anik, kontestasi Pilkada 2024 memang menghadirkan tantangan besar dalam memastikan pelaksanaannya bebas dari pelanggaran. Masih adanya laporan pelanggaran yang diduga melibatkan institusi kepolisian menunjukkan masih ada pekerjaan rumah besar bagi penyelenggara pemilihan. Bawaslu diharapkan dapat tegas dan transparan dalam menindaklanjuti laporan yang masuk.

Tingginya angka laporan pelanggaran pun menjadi cermin pengawasan dan pelibatan masyarakat perlu terus diperkuat. Langkah konkret Bawaslu dalam merespons laporan ini bakal menjad ujian kredibilitas bagi lembaga pengawas pemilu tersebut.

“Apabila ada temuan atau laporan terkait netralitas, maka Bawaslu wajib menindaklanjuti dan tidak perlu ragu karena ada dasar hukumnya dan mereka memiliki kewenangan,” kata Anik.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan