Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar berharap DPR tidak terburu-buru mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan (Kamtan) Siber. Menurut dia, masih banyak persoalan yang perlu disepakati sebelum RUU dibahas secara mendalam.
"Penekanannya, apa sih sesungguhnya yang ingin dicapai dari keamanan siber itu? Kondisi seperti apa yang ingin dicapai dari keamanan siber?" ujar Wahyudi kepada wartawan di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Rabu (7/8)
Salah satu yang krusial untuk disepakati ialah definisi kemananan siber. Menurut dia, hingga kini belum definisi baku keamanan siber yang disepakati oleh para pakar dan akademisi.
"Jadi, ada banyak rujukan. Meskipun secara tujuan paling tidak itu kan seringkali diidentifikasi bahwa yang penting langkah dan kondisi tersebut bisa memastikan confidentiality lalu terkait dengan integrity dari suatu sistem siber," ujar dia.
Selain itu, hingga kini rujukan terkait definisi keamanan nasional yang baku juga terbatas. "Keadaan ini membuat rancu tujuan dari RUU yang telah dirancang oleh DPR," imbuh Wahyudi.
Saat ini, lanjut Wahyudi, Elsam tengah fokus untuk mensinkronisasikan regulasi keamanan siber supaya berbasis hak asasi manusia (HAM). Menurut dia, penting pemerintah dan DPR memastikan RUU tersebut menjamin keamanan individu, device, dan jaringan.
"Pendekatannya lebih istilahnya human-centric. Karena ketika keamanan siber jika hanya ditempatkan dalam diskursus atau dalam ruang atau landscape keamanan nasional seperti sekarang, itu seringkali yang muncul adalah satu kebijakan yang terlalu istilahnya sekuritisasi," ujar dia.
Lebih jauh, Wahyudi mengatakan, hasil kajian Elsam terkait substansi RUU menujukkan pemerintah dan DPR masih fokus mencapai keamanan negara. Padahal, menurut dia, yang harus dicapai ialah terciptanya rasa aman di masyarakat.
"Kita tidak ingin bahwa kebijakan keamanan siber lalu kemudian akan menambah kewenangan bagi lembaga-lembaga keamanan (dan) agensi-agensi intelijen untuk memantau atau mengintai untuk melakukan survei secara terus-menerus terhadap warganya. Jadi, bukan negara yang diamankan, tapi bagaimana individu atau masyarakat itu aman," ujar dia.
Wahyudi juga mengkritik pembahasan RUU yang minim melibatkan para pakar dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait. Siapa yang dilibatkan belum jelas, belum ada sifat partisipatifnya. Masyarakat sipil tidak ada yang terbuka (dan) belum pernah ada diundang oleh DPR," ungkapnya.