close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Jokowi-Ma'ruf sebelum Pilpres 2019/Foto Antara
icon caption
Jokowi-Ma'ruf sebelum Pilpres 2019/Foto Antara
Politik
Kamis, 20 Oktober 2022 20:38

Enam poin catatan KontraS soal 3 tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf

Indonesia tak kunjung mengalami perbaikan signifikan di tahun ketiga kepemimpinan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
swipe

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) memberikan catatan evaluasi atas kinerja pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin selama tiga tahun berjalan dalam sektor Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini disampaikan bertepatan dengan tiga tahun masa jabatan Jokowi-Ma'ruf yang jatuh pada 20 Oktober 2022.

"Demokrasi dan HAM di Indonesia tak kunjung mengalami perbaikan signifikan di tahun ketiga kepemimpinan Joko Widodo-Ma'ruf Amin," kata Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dalam keterangannya, Kamis (20/10).

Fatia menuturkan, alih-alih mewujudkan janji politiknya, situasi saat ini justru semakin memburuk. Terlebih, ketika Presiden Jokowi bersikap untuk lepas tangan dan membiarkan berbagai praktik kontradiktif selama kepemimpinannya tiga tahun terakhir.

Setidaknya, ada enam poin yang jadi catatan KontraS terkait hal ini.

Poin pertama yang jadi sorotan KontraS yakni terkait upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Dalam konteksi ini, upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat diarahkan pada pemutihan tanggung jawab pelaku, di sisi lain, mengabaikan pemulihan terhadap korban.

Kedua, ketidaktegasan presiden atas pembiaran, bahkan pewajaran kejahatan kepolisian menyebabkan gagalnya reformasi kepolisian. Sementara, reformasi kepolisian jadi agenda yang tak kunjung ditunaikan meski telah terjadi tindakan maupun pelanggaran berulang dari aparat berimplikasi pada kerugian masyarakat.

"Sayangnya, perbaikan hanya menyoroti citra semata, bukan kinerja. Keresahan masyarakat harus dijawab lewat perbaikan struktural di tubuh Polri dalam kerangka reformasi Polri," ujar Fatia.

Ketiga, menyempitnya ruang kebebasan sipil, baik di ranah publik maupun digital terus terjadi. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan Undang-Undang ITE hingga kriminalisasi oleh pejabat negara.

Selain tergerusnya kebebasan sipil, Jokowi juga dinilai berperan dalam mundurnya demokrasi. Dalam hal ini, Jokowi melakukan pembiaran terhadap berkembangnya wacana perpanjangan masa jabatan dengan berlindung di balik dalih demokrasi.

"Proses pemilihan kepada daerah pun yang seharusnya dijalankan dengan demokratis, justru dilangsungkan dengan sewenang-wenang. Adapun penyusunan regulasi yang dilanjutkan secara serampangan dengan mengabaikan meaningful participation," ujar Fatia.

Keempat, KontraS menilai Jokowi tak kunjung berhasil menyelesaikan situasi kemanusiaan di Papua. Situasi di Papua kian memburuk dengan pemaksaan kepentingan Jakarta dan berlanjutnya eskalasi kekerasan.

Alih-alih membuka dialog, pemerintah justru menempuh jalan represi saat terjadi penolakan terhadap RUU Otsus Papua dan RUU DOB.

"Pendekatan keamanan, rentetan kekerasan, penyiksaan, penghilangan paksa hingga pembunuhan terhadap OAP tak kunjung berakhir dilangsungkan," tuturnya.

Kemudian, poin kelima yang jadi catatan yakni terkait ambisi pembangunan dan pembukaan keran investasi di Indonesia. Hal ini, kata Fatia, tak jarang diiringi pengerahan kekuatan, sehingga berimplikasi pada pelanggaran HAM.

Selain itu, politik keberpihakan terhadap pemilik modal justru mengabaikan hak-hak masyarakat dan membuktikan adanya fasilitasi pemerintah terhadap kepentingan oligarki.

Terakhir, KontraS menilai, situasi Indonesia jauh dari lip service pemerintah demi menjaga nama baik di kancah internasional. "Rekomendasi UPR yang disampaikan sampai tahun ketiga kepemimpinan presiden pun minim dijalankan."

Sementara dalam konteks Papua, kata Fatia, pemerintah dinilai cenderung resisten atas situasi kemanusiaan yang ada alih-alih memperbaiki situasi. Begitu juga dengan sikap terhadap hukuman mati.

"Di satu sisi Indonesia melanggengkan praktik hukuman mati, salah satunya lewat RKUHP. Akan tetapi, tidak ingin warga negaranya divonis hukuman mati di negara lain," tuturnya.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan