Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengevaluasi secara serius menteri-menterinya. Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, menilai, hal ini perlu dilakukan karena saat ini secara ekonomi Indonesia sedang dalam keadaan tidak kondusif.
Hal ini disampaikan Baidul merespons kemarahan Presiden Jokowi terkait masalah impor. Diketahui, saat memberikan afirmasi bangga buatan Indonesia yang digelar di Bali pada Jumat (25/3), raut wajah Jokowi nampak kecewa saat mengetahui masih banyak kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang masih doyan produk impor ketimbang produk dalam negeri.
Bahkan, mantan Wali Kota Solo itu sempat melarang peserta untuk bertepuk tangan. Tidak hanya itu saja, Presiden juga sempat menyinggung soal reshuffle kabinet.
"Melihat situasi yang tdak kondusif secara ekonomi, saya kira presiden harus betul-betul secara serius melakukan evaluasi terhadap kinerja pembantunya. Makanya saya bilang antara reshuffle dan evaluasi kinerja pembantu presiden. Karena ini sangat penting," ujar Fitra sebuah diskusi daring bertajuk, "Jokowi Jengkel: Menuju Reshuffle Kabinet?" pada Minggu (27/3).
"Kemarin di Bali, Pak Jokowi sudah menyinggung berapa kementerian, tapi apakah kementerian-kementerian itu yang di-reshuflle? Karena kita tahu ada beberapa profesional, tapi ada juga yang di belakangannya parpol besar dalam konteks koalisi. Jadi itu tantangan tersendiri," sambung dia.
Menurut Baidul, kemarahan Jokowi sebenarnya dipicu oleh situasi sektor pangan yang dalam posisi sangat memperihatinkan. Selain itu, mimpi besar Jokowi dalam pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur juga terhambat lantaran skema pembiyaan juga belum pasti.
"Dan membuat Presiden agak kesal juga, kecewa dengan kinerja menteri-menterinya. Ternyata dari sekian waktu diproses wacana IKN ini, sudah diresmikan formasi, belum ada anggaran yang jelas. Sehingga mau tidak mau harus lari kencang ke APBN," ungkap Baidul.
Baidul mengatakan, situasi tersebut diperpuruk oleh kebijakan di sektor pangan. Kata dia, terdapat dua sisi yang berlawanan secara ekstrem. Pemerintah getol bicara infrastruktur dalam konteks IKN tapi di satu sisi nasib rakyat terabaikan karena kebijakan pangan tidak berpihak kepada masyarakat.
"Ini yang saya kira menjadi dua poin penting kenapa kemudian Presiden (Jokowi) marah," katanya.
Baidul mengatakan, dua isu besar ini, yakni anggaran IKN dan karut-marut sektor pangan kemudian dikaitkan dengan penyerapan APBN yang tidak maksimal. Selain pemerintah daerah, Baidul menyebut, kementerian-kementerian juga banyak melakukan bluder terkait penyerapan anggaran.
Dalam konteks inilah Baidul meminta Jokowi untuk melakukan evaluasi secara serius terhadap kinerja menterinya. Menurutnya, Jokowi mesti tegas, dan berani menghadapi tekanan-tekanan partai politik pendukung dalam hal reshuflle.
"Ini menjadi catatan serius bagi Presiden dan saya kira iringannya adalah isu reshuflle. Tapa bagi saya, isu reshuflle bukan perkara mudah bagi Presiden, dihadapkan pada banyak hal. Misalnya, berani enggak sama partai-partai. Kalau enggak berani enggak ada lagi reshuflle. Hanya wacana," pungkas Baidul.