close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Anwar Hafid. Foto: dpr.go.id.
icon caption
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Anwar Hafid. Foto: dpr.go.id.
Politik
Kamis, 02 Juni 2022 15:22

Gaduh penunjukan penjabat kepala daerah, DPR mengadu ke Jokowi

Ada penjabat kepala daerah yang mengundurkan diri tak lama setelah pelantikan.
swipe

Anggota Komisi II DPR Anwar Hafid, meminta Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) Praktikno menyampaikan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) perihal kegaduhan penunjukan penjabat kepala daerah. Menurut dia, kegaduhan penunjukan penjabat kepala daerah tak lepas dari buruknya komunikasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan para gubernur.

Bahkan, ada penjabat kepala daerah yang mengundurkan diri tak lama setelah pelantikan.

"Demikian juga soal gubernur, komunikasi antara Mendagri (Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian) dan para gubernur, kita dengar ada penolakan pelantikan kemudian ada, bahkan ada baru-baru Pak Mensesneg, habis dilantik, penjabat yang ditunjuk itu langsung mengatakan mengundurkan diri," ujar Anwar dalam rapat kerja Komisi II DPR dengan Mensesneg Pratikno di Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/6).

"Ini kan wibawa pemerintah ada di mana kalau seperti ini," sambung dia.

Mulanya, Anwar menyoroti kegaduhan penunjukan kepala daerah oleh Kemendagri. Dalam hal ini, Anwar secara khusus menyoroti penunjukan penjabat dari kalangan militer (TNI/Polri) aktif.

Aturan penunjukan penjabat bupati/wali kota sudah berjalan dengan baik. Kata dia, dulu TNI/Polri aktif aktif bisa bekerja di mana saja, baik direktorat jenderal Kemendagri maupun menjadi penjabat gubernur. Kemudian, terjadi sedikit perubahan karena adanya Undang-Undang Pilkada dan UU TNI.

"Namun sekarang, karena ada UU TNI yang menegaskan bahwa pejabat aktif hanya di 10 lembaga, dan ini sebenarnya yang miss di kita. Karena ada UU Pilkada mengatakan bahwa jabatan tinggi madya bisa menjabat kalau mereka di 10 (lembaga) ini maka mereka  disetarakan dengan pejabat eselon 1. Nah, ini hanya disampaikan agar lurus tidak menjadi gaduh yang sekarang. Apalagi kita ingin Bapak Presiden (Jokowi) mengakhiri jabatan dengan soft landing," katanya.

Begitupula dengan penunjukan penjabat bupati/wali kota. Menurut Anwar buruknya komunikasi membuat penunjukan, bukan saja ditolak tapi juga menyebabkan penjabat yang dilantik mengundurkan diri tak lama setelah pelantikan. Kendati begitu, anggota dewan dari daerah Sulawesi Tengah ini tak merincikan siapa penjabat yang dimaksud.

"Daerah saya, Pak. Dilantik pada jam yang sama bukan menandatangani berita tapi menandatangani pengunduran diri. Ini kenapa bisa terjadi seperti ini? Sebenarnya hanya faktor komunikasi. Kalau aturannya sih jelas Pak. Di aturannya jelas bahwa ini kewenangan Presiden melalui Menteri Dalam Negeri tapi mekanisme ini masih tetap kita lakukan Pak Mensesneg," ucap Anwar.

Anwar menambahkan, dulu sebelum masa Pilkada 2024, hampir tidak pernah terjadi usulan penjabat bupati/wali kota dari gubernur. Diketahui, Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani sempat mengancam tidak mau melantik Penjabat Bupati Pulau Morotai di Provinsi Maluku Utara di luar usulan. Abdul Gani sendiri telah mengusulkan tiga nama calon Penjabat Bupati Pulau Morotai yang diminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.

Padahal, lanjut Anwar, gubernur merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Oleh karena itu, dia berharap agar kegaduhan penunjukan kepala daerah ini disampaikan Pratikno ke Presiden Jokowi.

"Gubernur tidak terima, padahal gubernur itu juga adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Nah, ini yang ingin saya sampaikan saja. Salam hormat, supaya Pak Mensesneg, orang yang sangat dekat dengan Bapak Presiden, supaya Bapak Presiden perlu tahu ini," pungkas Anwar.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan