close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gagasan para capres soal teknologi informasi dinilai kehilangan substansi. Freepik
icon caption
Gagasan para capres soal teknologi informasi dinilai kehilangan substansi. Freepik
Politik
Selasa, 06 Februari 2024 19:46

Gagasan para capres soal teknologi informasi dinilai kehilangan substansi

Ketiga capres 2024 memiliki pandangan beragam tentang program yang akan diusung dalam mengembangkan sistem teknologi informasi.
swipe

Calon presiden (capres) nomor 1, Anies Rasyid Baswedan, memandang, kemajuan sistem teknologi informasi bisa ditingkatkan dengan menaikkan kualitas manusia dan inovasi melalui berpasangan (pairing). Yakni, mendatangkan pakar untuk melakukan alih teknologi bersama-sama.

Selain itu, menggenjot investasi padat karya yang didukung reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi. "Ini akan memberikan lowongan kerja untuk masyarakat lokal," katanya dalam debat ketiga capres di Jakarta, Minggu (4/2).

Kemudian, sambung Anies, memberikan perlindungan hak intelektual terkait industri manufaktur. "Investasi padat karya akan memungkinkan Indonesia melompat lebih cepat."

Lebih jauh, eks Gubernur DKI Jakarta ini mengingatkan, ada 3 aspek fundamental yang perlu menjadi fokus dalam memajukan sisitem teknologi informasi, yakni akses, kecepatan, dan keamanan. Ketika ketiganya berjalan, pengembangan teknologi melalui investasi diyakini bisa dilakukan baik lantaran investasi yang diundang datang dan melihat adanya infrastruktur dan perlindungan hak intelektual.

Sementara itu, capres nomor 2, Prabowo Subianto, mengklaim, program yang diusungnya lebih solutif bahkan siap langsung mengambil tindakan konkret. Dicontohkannya dengan pembangunan pabrik ponsel pintar (smartphone).

"Kalau memang [kebutuhan anggarannya] hanya setengah triliun, perlu kehendak politik, ya, bangun itu pabrik segera. Jadi, itu [gagasan] pertama," ucapnya dalam kesempatan sama. Ia memastikan akan mempermudah pendirian pabrik ponsel pintar guna menekan pasar gelap (black market).

Kedua, Prabowo sependapat dengan anies tentang peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Caranya, mengirim 10.000 anak-anak pintar ke luar negeri untuk sains, teknologi, engineering, matematika, kimia, biologi, dan fisika.

"Ini sangat mutlak. Baru kita bisa bersaing. Kalau kita tidak punya awaknya, bagaimana [sistem teknologi informasi bisa berkembang]?" ujarnya.

Adapun capres nomor 3, Ganjar Pranowo, berpandangan, beberapa daerah di Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan teknologi informasi. Ia merujuk pada pabrik gawai di Semarang.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini juga menawarkan opsi bekerja sama perusahaan teknologi asal luar negeri. Namun, pabriknya harus dibangun di Indonesia. "Semua akan bisa dilakukan dan kita akan mendapatkan nilai tambah."

Kehilangan substansi

Terpisah, Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, menilai, isu teknologi informasi masih dipandang rendah dalam debat capres. Padahal, masalah tersebut merupakan dasar agar Indonesia optimis dalam menyambut masa depan.

"Kita kehilangan substansi visi misi dan strategi pada calon presiden 2024-2029 mengenai pembangunan teknologi informasi di Indonesia," ungkapnya kepada Alinea.id, Selasa (6/2).

Heru berpendapat, kemajuan sistem teknologi informasi harus dilakukan melalui transformasi layanan pemerintahan, ekonomi, pendidikan, dan menyiapkan tenaga kerja di masa mendatang. Utamanya mengembangkan eknomi digital yang menjadi kiblat pembangunan ekonomi di banyak negara.

Ia lantas menyoroti pernyataan Prabowo tentang pembangunan pabrik ponsel. Gagasan ini, menurutnya, menarik, tetapi jauh dari substansi pengembangan sistem teknologi informasi secara luas.

Heru menegaskan, tantangan pengembangan sistem teknologi informasi masih besar. Dicontohkannya dengan infrastruktur internet broadband dalam negeri yang belum merata.

Apalagi, kecepatan internet Indonesia rendah sehingga berada di peringkat 9 dari 11 negara Asia Tenggara. Keamanan siber pun berada di peringkat 3 ter bawah dibandingkan negara-negara anggota G-20. Karenanya, kebocoran data kerap terjadi. 

Ia melanjutkan, pengembangan sistem teknologi informasi harus turut melibatkan pihak berkompeten di bidang lainnya, seperti hukum, sosial, dan budaya. Dengan begitu, ada keselarasan masyarakat dan budaya dalam kehidupan digital yang terbangun nantinya, termasuk dalam sistem pemerintahan (e-governance).

Semangat lain yang harus dibangun adalah keinginan untuk menjadi pemimpin di bidang teknologi informasi. Menjadi partisipan maupun pangsa hanya akan dimakan negara lainnya. "Sayangnya, persoalan yang begitu besar disimplifikasi manufakturing ponsel," sesal Heru.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan