close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Politikus senior Partai Golkar Akbar Tandjung  (tengah) dalam diskusi membahas wacana menghidupkan kembali GBHN di Hotel Sofyan, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (4/9). Alinea.id/Fadli Mubarok
icon caption
Politikus senior Partai Golkar Akbar Tandjung (tengah) dalam diskusi membahas wacana menghidupkan kembali GBHN di Hotel Sofyan, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (4/9). Alinea.id/Fadli Mubarok
Politik
Rabu, 04 September 2019 20:56

GBHN jangan jadi alat kebiri hak rakyat

Wacana menghidupkan kembali GBHN dikhawatirkan jadi kedok mengembalikan MPR jadi lembaga tertinggi negara.
swipe

Politikus senior Partai Golkar Akbar Tandjung mengatakan, rencana menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) perlu diwaspadai oleh para elite politik dan publik. Ia khawatir rencana itu hanya kedok untuk mengembalikan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara. 

"Baiknya kita jangan lagi menjadi MPR sebagi lembaga tertinggi negara. Karena nanti bisa jadi pemilihan presiden kembali dipilih MPR. Padahal, rakyat sekarang sudah ada pada posisi kedaulatan, termasuk dalam menentukan Presiden," ujar Akbar dalam diskusi di Hotel Sofyan, Jakarta Pusat, Rabu (4/9).

Jika tetap direalisasikan, Akbar menyarankan agar penyusunan GBHN tidak diserahkan kepada MPR saja. Lembaga-lembaga lain juga perlu dilibatkan dalam penyusunan haluan negara. "Nanti bisa disepakati melalui undang-undang sesuai kesepakatan bersama," ujar dia.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Kedai Kopi Hendri Satryo rencana menghidupkan kembali GBHN via amendemen konstitusi tidak mendesak. Hendri malah curiga wacana itu diembuskan untuk 'menguliti' program-progam Jokowi yang dianggap gagal dalam Nawacita. 

"Atau rencana ini menjadi bentuk kekecewaan terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) semata. Atau ada keinginan lain yang kaitannya dengan (Pemilu) 2024. Ini justru yang menarik harus kita kritisi," ujar dia. 

Lebih lanjut, Hendri mengatakan wacana tersebut perlu dikawal dengan serius. Ia khawatir GBHN hanya dijadikan alat oleh elite-elite politik untuk memperlancar proyek-proyek pribadi. 

"Misalnya, contoh Hambalangnya SBY kan tidak dilanjutkan oleh Pak Jokowi. Kalau ada haluan, mungkin bisa diteruskan atau tidak. Artinya di haluan negara ini mudah-mudahan nanti ada keberlanjutan-keberlanjutan pembangunan dari Presiden sebelumnya," kata dia. 

Karena itu, Hendri berharap agar para penggagas wacana itu menjelaskan secara lebih rinci maksud mereka menghidupkan lagi produk politik era Orde Baru itu kepada publik. Harus dipastikan elite-elite politik tidak berimprovisasi dan mengebiri hak rakyat untuk memilih Presiden secara langsung. 

img
Fadli Mubarok
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan