close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
 Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dalam debat pertama Pilpres 2024 di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (12/12/2023) malam./Foto Instagram Prabowo Subianto/@prabowo
icon caption
Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dalam debat pertama Pilpres 2024 di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (12/12/2023) malam./Foto Instagram Prabowo Subianto/@prabowo
Politik
Rabu, 27 Desember 2023 11:04

Gelanggang Prabowo-Gibran vs Ganjar-Mahfud di ‘kandang banteng’

Jawa Tengah yang tersohor sebagai lumbung suara PDI-P alias “kandang banteng” ditarget Prabowo-Gibran untuk menggerus suara Ganjar-Mahfud.
swipe

Perebutan suara pemilih pada Pilpres 2024 di Jawa Tengah diprediksi bakal berlangsung sengit antara pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Sebab, wilayah yang tersohor sebagai lumbung suara PDI-P alias “kandang banteng” ini ditargetkan Prabowo-Gibran untuk menggerus suara pasangan calon nomor 3.

Basis pemilih Joko Widodo pada Pilpres 2014 dan 2019, yang bukan pemilih PDI-P, kemungkinan akan menjadi sasaran Prabowo-Gibran untuk mencuri suara Ganjar-Mahfud.

Peneliti Charta Politika Indonesia, Ardha Ranadireksa menerka, Jawa Tengah akan menjadi gelanggang perburuan suara. Terutama pasangan calon nomor urut 2 dan 3, yang saling berkepentingan memenangkan pertarungan satu putaran dan mencegah kelelahan di putaran pertama.

Namun, Ardha melihat, pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar juga belakangan ingin menjaring pemilih di Jawa Tengah untuk meningkatkan elektabilitas. Tampaknya, Anies yakin mampu mengambil cukup banyak suara di Jawa Tengah.

“Anies sepertinya ingin mengulang kisah sukses Pilgub Jawa Tengah lalu (2018), di mana melalui kehadiran Ida Fauziyah sebagai pasangan Sudirman Said yang berasal dari PKB, yang dinilai sebagian kalangan mampu mengimbangi Ganjar-Taj Yasin,” ucap Ardha kepada Alinea.id, Selasa (26/12).

Efek Jokowi dan masalah internal partai

Sementara menurut Ardha, pasangan Prabowo-Gibran bakal bermanuver di Jawa Tengah untuk menurunkan suara Ganjar, sekaligus membuka peluang menang satu putaran. Prabowo-Gibran mengusung jargon “melanjutkan Jokowi” untuk tebar pesona kepada pemilih di Jawa Tengah. Bahkan, ia menduga, selain Gibran, putra bungsu Jokowi yang juga Ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep, akan turun langsung untuk memecah suara Ganjar-Mahfud.

“Kehadiran Kaesang sudah mulai diembuskan akan maju di gelaran Pilkada Jawa Tengah mendatang,” kata Ardha.

Di sisi lain, tim pemenangan Ganjar-Mahfud dipastikan tak akan tinggal diam suaranya direbut Prabowo-Gibran atau Anies-Muhaimin. Alasannya, Jawa Tengah merupakan benteng yang mesti dijaga untuk memperkecil kekalahan, baik dalam pertarungan legislatif maupun pilpres.

“Kekuatan Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah sedikit banyak menjadi barometer pada kekuatan pasangan ini di wilayah lainnya,” ucap Ardha.

Menurut Ardha, mesin politik PDI-P di Jawa Tengah perlu merapatkan barisan dan soliditas. Soalnya, bukan perkara gampang melawan Prabowo-Gibran yang disokong banyak kekuatan, dengan dukungan basis pemilih Jokowi.

“Konsolidasi internal PDI-P mutlak harus dilakukan untuk menjaga basis wilayah ini,” katanya.

Sebagai informasi, merujuk hasil survel Poltracking Indonesia yang dilakukan pada 29 November-5 Desember 2023, elektabilitas Prabowo-Gibran di Jawa Tengah masih kalah dari Ganjar-Mahfud. Rinciannya, elektabilitas Prabowo-Gibran sebesar 30,3%, Ganjar-Mahfud 54,5%, dan Anies-Muhaimin 8,5%.

Senada, analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak melihat, wilayah Jawa Tengah bakal dipertahankan mati-matian oleh PDI-P. Pasalnya, PDI-P bisa kehilangan muruah bila gagal memenangkan Ganjar-Mahfud di provinsi berpenduduk 34,55 juta, dengan jumlah pemilih sebanyak 28.289.413 itu.

“Suara (di) Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta, PDI-P tampaknya sudah angkat tangan,” kata Zaki, Selasa (26/12).

“PDI-P akan all out untuk mempertahankan muruahnya memenangi suara pilpres di Jawa Tengah.”

Zaki melihat, di beberapa survei independen, elektabilitas Prabowo-Gibran juga terus merangkak naik di Jawa Tengah. Berbeda tipis dengan suara Ganjar-Mahfud, yang trennya justru merosot.

“Kekalahan di Jawa Tengah akan menjadi lampu merah bagi kepemimpinan trah Sukarno di PDI-P,” kata Zaki.

Zaki memandang, sejak pasangan Prabowo-Gibran terwujud, skenario menang besar di Jawa Tengah telah dimainkan. Setidaknya, hal itu bisa terlihat dari tindak-tanduk Presiden Jokowi yang melakukan penetrasi di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara berkala. Menurut Zaki, Jokowi terlihat lebih agresif mengunjungi ulama dan membagikan bansos di dua wilayah tadi.

“Jokowi terus bergerak menggarap suara Jawa Timur dan Jawa Tengah,” ujarnya.

“Dalam kunjungan ke Banyuwangi dan Sidoarjo beberapa hari lalu, Jokowi mendatangi hingga delapan titik dalam satu hari. Dari menemui rakyat saat pembagian bansos hingga bertemu kiai-kiai. Biasanya hanya tiga atau empat titik saja.”

Sementara pergerakan PDI-P di Jawa Timur dan Jawa Tengah mulai melemah memenangkan Ganjar-Mahfud. Paling tidak hal itu terlihat dari mobilisasi relawannya yang tak optimal. Bahkan, pada tataran elite PDI-P, tak banyak yang aktif bergerak ke bawah untuk menggalang kekuatan, sehingga kader akar rumput pun “lesu” memenangkan Ganjar-Mahfud.

“Dalam kondisi kritis, tren elektabilitas Ganjar-Mahfud dan suara PDI-P sendiri terus menurun secara nasional. Sikap kepemimpinan ‘kurang gairah’ itu sangat mengecewakan kader,” kata Zaki.

Ia mengatakan, mesin PDI-P yang lesu terkait erat dengan “prahara” internal, dengan mulai banyaknya politikus progresif yang kurang dihargai lantaran kalah dengan politik kekerabatan di PDI-P yang menjalar pada kontestasi pileg yang kurang adil. Imbasnya, kader-kader militan banyak yang setengah hati memenangkan Ganjar-Mahfud.

Ia mencermati, terdapat banyak nama caleg yang punya ikatan kekerabatan dengan elite PDI-P di dapil-dapil Jawa Tengah. Namun, caleg potensial dipaksa merelakan posisi mereka.

“Misalnya, daftar caleg nasional (DPR) untuk jadi urut satu, di beberapa dapil, sarat dengan nuansa nepotisme,” tuturnya.

“Ada Herviano Widyatama, anak Pak BG (Budi Gunawan). Aada Puan (Maharani), lalu Pinka Haprani (anak Puan), Wiryanti Sumadani (anak pemilik Sahid Jaya Hotel, Sukamdani Sahid Gito Sarjono). Di Dapil IV Jateng (ada) anak Puan, Pinka di nomor urut satu. Sementara Bambang Pacul digeser di nomor urut tiga.”

Fenomena nepotisme yang tak sehat di internal partai juga sangat berpengaruh terhadap soliditas mesin politik di Jawa Tengah. Akhirnya, banyak kader enggan mengerahkan tenaga dan materi untuk memenangkan Ganjar-Mahfud. Bagi Zaki, elite PDI-P harus segera memulihkan soliditas yang rapuh agar partai tak semakin terperosok dan kehilangan suara.

“Untuk saat ini, PDI-P berat memenangi suara Jawa Tengah, seperti lima tahun lalu. PDI-P perlu reformasi dan modernisasi partai untuk bisa survive ke depannya,” ucap Zaki.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan