Partai Gerindra dan Partai Demokrat satu suara mempermasalahkan Dewan Pengawas Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjadi polemik.
Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Hukum Habiburokhman mengatakan pihaknya menyatakan sikap menolak kehadiran dewan pengawas dalam draft Undang-Undang KPK yang telah disahkan.
"Tapi Gerindra tidak dalam posisi menyuruh Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)," kata Habib di Jakarta, Sabtu (5/10).
Habib melanjutkan, apabila Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu, pihaknya juga tidak menolak walaupun masih ada upaya hukum lain dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya hilang harapan kalau disuruh ke MK. Karena kalau mengajukan judicial review ke MK, masalah terbesar yang diukur bukanlah baik buruknya suatu undang-undang, tapi apakah UU tersebut dianggap bertentangan dengan konstitusi," ujar Habib.
Senada dengan Habib, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Didi Irawadi mengatakan pihaknya mempermasalahkan kehadiran dewan pengawas di draft revisi UU KPK.
"Ada beberapa pasal yang jadi polemik, ini yang harus kita perbaiki. Salah satu yang jadi perhatian adalah dewan pengawas, Demokrat dengan tergas menolak ini," tutur Didi.
Didi melanjutkan, pihaknya setuju apabila Perppu KPK tersebut bersifat penangguhan sementara. Dengan demikian, ada kesempatan untuk membahas pasal-pasal bermasalah bersama-sama.
Dalam perbaikan tersebut, kata Didi, pihak yang harus diajak terlibat adalah KPK, akademisi, civil society, dan mantan Ketua KPK yang punya integritas.
"Tokoh bangsa juga harus dilibatkan, misalnya seperti Buya Syafii Maarif. Beliau memang bukan orang hukum, tapi beliau punya nurani," kata Didi.