Ribuan kepala desa (kades) se-Indonesia menggelar aksi di depan Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa (17/1). Mereka menuntut revisi Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023.
Selain itu, mereka menuntut perpanjangan masa jabatan kades 3 tahun dari semula 6 tahun dan tanpa periodisasi. Dalihnya, kades menjadi ujung tombak pemerintah pusat dalam melaksanakan berbagai program pemerintahan.
"Tuntutan kita adalah bahwa kedaulatan desa dikembalikan ke desa. Selama ini, kita merupakan ujung tombak dari pemerintahan pusat, akan tetapi aturan yang ada di daerah masih bergantung pada kebijakan di pusat," ujar Kepala Desa Buloh, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Joko Priyanto, saat berorasi.
Berdasarkan Pasal 39 UU Desa, masa jabatan kades selama 6 tahun. Ia dapat menjabata paling banyak 3 kali masa jabatan secara berturut-turut maupun tidak.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, meminta para kades menyampaikan aspirasi kepada pemerintah terkait revisi UU Desa. Alasannya, eksekutif merupakan salah satu pihak penyusun regulasi.
"Oleh karena itu, mereka saya minta untuk melakukan lobi ke pemerintah," katanya usai menemui massa.
Menurut Dasco, Badan Legislasi (Baleg) DPR juga menerima perwakilan dari para kades dan mendengarkan aspirasinya. Parlemen memastikan bakal menampung tuntutan tersebut.
"Saya keluar menyampaikan agar kawan-kawan ini segera tahu bahwa aspirasi mereka didengar dan akan dibicarakan di Badan Legislasi," tandas politikus Partai Gerindra ini.
Selain perpanjangan masa jabatan, para kades juga menuntut poin-poin lainnya terkait perubahan UU Desa. Perinciannya, kedudukan dan jenis desa, tugas dan tanggung jawab penataan desa, kewenangan desa, penyelenggaraan pemerintahan desa (pemdes), peraturan desa, keuangan dan aset desa, pembangunan dan kawasan desa, ketentuan desa adat, hak dan kewajiban serta masyarakat desa, serta pembinaan dan pengawasan.
Para kades yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) berpendapat, penghasilan dan tunjangan kades dan perangkat desa yang bersumber dari APBN (dana desa) ditambah sehingga gaji pokok dan waktu pembayarannya serentak. Adapun tunjangan kinerja diusulkan 3%-5% dari total dana desa, yang besarannya berdasarkan beban kerja dan wilayah.
APDESI juga mau kades dan perangkat desa mendapat asuransi kesehatan lantaran 80% di antaranya tak memiliki jaminan kesehatan. Kemudian, mendorong alokasi dana desa mencapai 10% dari APBN setelah dikurangi subsidi dan pembayaran utang negara.